Moral dari kisah di atas adalah:
Betapa seringnya orang menganggap enteng suatu janji untuk datang, apakah itu pertemuan kecil, rapat kantor atau Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Apalagi mereka yang mempunyai posisi pilihan yang perilakunya akan menjadi panutan. Seyogyanya kedatangan tepat waktu atau lebih awal dari saat yang ditentukan bisa menjadi contoh kebiasaan yang baik.
Nah ini sepertinya sangat kasar, hanya yang meninggal dunia dan terbaring tidak bisa bangun saja yang tidak bisa hadir di satu kegiatan. Mereka yang sakit akan difasilitasi dengan sarana dan prasarana kesehatan. Apalagi setaraf lingkungan DPR yang mentereng. Kalaupun berhalangan tidak bisa hadir, ada prosedur cuti atau ijin tidak masuk. Sekelas lembaga tinggi negara mestinya ada mekanisme semacam itu.
Jadi sebetulnya bagi orang yang berkomitmen tidak ada satupun alasan untuk membolos dan terlambat datang pada suatu kegiatan yang disepakati bersama. Daripada berdalih --seperti sering dipertontonkan-- ada baiknya mengakui saja keterlambatan atau membolos sebagai kekeliruan sikap dan kedepannya berniat berbuat lebih hebat
Suatu ketika kebiasaan-kebiasaan buruk itu bisa hilang, jika mereka yang terbiasa tepat waktu, hadir, dan mengakui kesalahan dengan tidak ngeles (beralasan) jika telat atau mangkir --lalu melakukan hal lebih baik-- dapat dijadikan suri-tauladan.
Maka, boleh jadi alasan atau dalih atau gestur "ngeles" di balik ketidak-hadiran anggota DPR pada Rapat Paripuna perdana kemarin adalah sebanyak jumlah mereka yang bolos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H