Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mendadak Viral

27 September 2019   16:04 Diperbarui: 27 September 2019   16:39 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Sukasedih mendadak viral. Tersebar berita mengguncangkan dunia.

Ditemukan bahan pangan pengganti beras atau gandum dalam jumlah melimpah. Cukup mengisi perut penduduk bumi sampai abad ke-30. Sebagai pengganti nasi, rasanya lebih enak. Saripati atau tepungnya dibuat roti, mie dan aneka kue. Lebih lezat dibanding penganan yang dibuat dari tepung terigu. Harganya pun jauh lebih murah daripada bahan pangan konvensional. Suatu revolusi sumber pangan abad ini!

Tadinya kehidupan penduduk desa Sukasedih nelangsa. Kebutuhan pangan sulit diperoleh, tiada hasil pertanian atau peternakan yang bisa diandalkan. Letaknya juga terpencil sulit ditemui pada peta Google. Untuk menahan lapar mereka makan apa saja:  umbi, perdu, belalang, bahkan buah bogem yang banyak tersebar di seantero kampung. Kok namanya ajaib? Buah ini besarnya seukuran tangan orang mengepal seperti hendak membogem.

Pohon bogem hidup subur di desa Sukasedih, barangkali karena tanah dan iklim yang cocok untuk tumbuh. Buahnya jatuh semaunya di sembarang tempat lalu tumbuh tunas. Bibit yang dipindahkan atau dibawa keluar desa akan mati. Begitu cara berkembang biaknya, hanya dengan biji yang lebih besar dibanding daging buahnya.

Daging buah sedikit, membuat Maman tidak cukup kenyang makan sepuluh butir bogem. Akalnya berputar. Di bawah pohon bogem yang rindang banyak bertebaran bunga jantan jatuh dari dahan.

"Barangkali bisa dimakan" pikir Maman.

Maman mengumpulkan bunga berjatuhan. Dijemur di bawah terik, lalu dikukus. Dimakannya berteman sambal terasi. Enak, seperti gabungan rasa manisnya nasi dengan gurihnya empal daging sapi.

"Jadi makan ini pakai sambal sudah serasa menyantap sepiring nasi hangat dan sepotong daging goreng. Wow.......!!!".

Dalam waktu sekejap, kabar menyebar keseluruh penjuru. Penduduk yang sudah lama merindukan makan mengenyangkan berbondong-bondong mengumpulkan bunga jantan yang banyak bertebaran. Perut warga Desa Sukasedih penuh sesak. Kelebihan panen dijemur lalu dijual ke desa-desa sekitar; ke kota besar; ke pulau lain; menyebar ke seluruh dunia. Desa Sukasedih tumbuh makmur, penduduknya menjadi kaya. Sumber pangan baru telah lahir menjadi primadona global.

Warga Desa Sukasedih tidak lagi melarat. Produksi bunga jantan pohon bogem merupakan mata pencaharian utama. Produksi melimpah, minim biaya perawatan tidak sebagaimana pertanian konvensional. Seluruh penduduk desa menjadi makmur dan kian membuncit. Tak sedikit mati muda karena kegemukan.

Fenomena penemuan itu menjadi celah bagi Menteri Agrikultur dan Pangan untuk mendapatkan panggung. Diinstruksikan kepada jajaran di bawahnya: 5 pusat penelitian, 10 balai penelitian dan 20 unit penelitian tentang berbagai hal-ikhwal pertanian untuk melakukan penyidikan serta penyelidikan.

Beraneka kesibukan dilakukan: Ada yang meneliti tentang spesies pohon bogem dan famili beserta tetangganya; Mengamati mengapa bunga jantan jatuh sendiri tanpa pendamping; Bereksperimen daun direbus; Mengekstraksi buah; Membuat demonstration plotting untuk budidaya; Menyusun teknologi paska-panen; Rekayasa genetik; Aplikasi teknologi nano; Dan semua fokus penelitian yang kelak menelurkan kebijakan dan beberapa truk kontainer kertas kerja.

Di sebuah laboratorium, seorang peneliti muda sedang mengamati bunga jantan pohon bogem pada sebuah mikroskop untuk menginventarisir kandungan gizi. Fauzi berulang kali memanaskan bahan pangan. Setiap selesai diteliti, dimakannya. Tubuhnya semakin gemuk.

Hasil observasi diketahui, bahwa terdapat noktah-noktah hitam dalam bunga. Tidak berbahaya dan tidak bereaksi ketika dikatalisasi dengan alkohol. Jika dipanaskan mereka mengembang. Semakin tinggi suhu pemanasan semakin tumbuh.

"Diduga noktah-noktah hitam membesar ketika dimasak. Bisa jadi dengan itu membuat perut kenyang dan menimbulkan efek rasa daging goreng" Fauzi menyimpulkan.

Peneliti tambun itu kemudian menambahkan  beberapa tetes zat kimia --serupa dengan enzim pencernaan manusia-- pada bunga yang sudah dimasak. Noktah hitam yang telah melebar sekarang menggeliat seperti belatung.

Segerombolan belatung hitam bergerak meliuk memanjat mikroskop digital, menerobos bola mata terbeliak, merambat ke dalam kerongkongan, kemudian bersarang dalam perut lantas perlahan melahap organ-organ vital Fauzi.....!!!

~~ Selesai ~~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun