Sekilo lebih ikan nila telah dibersihkan, di-marinade dengan perasan jeruk nipis, garam, merica dan dua sendok minyak sayur. Sementara itu tumbuk sampai halus: 5 cabe merah, 8 siung bawang merah, 5 siung bawang putih, sendok teh ketumbar, 3 ruas kunyit, sejempol jahe, seruas kencur, 5 butir kemiri, sedikit asam jawa, garam dan sedikit gula (sebagai penyedap). Daun bawang dirajang, 2 batang serai dan lengkuas seukuran 2 jari jempol digeprek. Semua bumbu disalurkan merata pada ikan, ditambahkan 2 lembar daun salam, daun kemangi dan cabai rawit utuh sesuai selera.
Ke dalam satu buku bambu bersih dimasukkan ikan bercambur bumbu. Sumbat ujung bambu yang terbuka dengan daun pisang. Lalu bambu dengan posisi ujung yang bersumbat lebih tinggi dibanding ujung bawah yang mampat di atas api kayu bakar. Gulirkan secara bertahap sampai merata proses pematangan. Api tidak terlalu besar sehingga permukaan bambu kekuningan mengering dan tercium wangi matangnya ikan.
Sementara menunggu proses pematangan, petik: daun singkong, daun kacang panjang, daun labu siam. Rebus dalam panci yang telah ditambah sedikit gara. Nantinya sebagai lalap menemani lauk.
Sambal yang diuleg, terdiri dari: 5 siung bawang merah, 2 siung bawang putih, 2 tomat segar, 3 cabe merah, 15 cabe rawit lalu digoreng sampai layu. dan dihaluskan bersama terasi bakar, garam dan sedikit gula pasir. Terakhir ambahkan jeruk limau.
Masakan siap disantap dengan cara makan bersama ala masyarakat Sunda: papadangan. Nasi liwet, nila bakar bambu, lalap dan sambal dihamparkan pada daun pisang. Sebuah kenikmatan makan siang bersama dalam arti sesungguhnya terjadi, dimana tidak ada gap pemisah di antaranya.
Dipan kayu berderit, tubuh Ucup berguling ke kiri dan ke kanan, terlentang sulit memicingkan mata. Paras Nila terngiang, betapa telah beranjak dewasa. Cukup kiranya dipetik dipersunting menjadi istri. Senyum berlesung pipi menambah cantik elok dipandang. Tak apalah gadis desa, yang penting setia dan baik hati. Tak dapat gadis kota, dapatnya gadis yang masih suci bersih belum terjamah. Ah.... Ucup tersenyum sendiri sampai menjelang waktu subuh.
Setiap hari minggu Ucup ke kampung Gati bertemu, bersenda-gurau dan memandang lesung pipit mengintip di wajah Nila. Hati makin berkembang dengan harap yang besar. Cinta yang bertumbuh subur.....
"Wooooi.....ngelemunin apa?" istriku yang berbadan lebar mengagetkanku dari belakang "...kayak orang setengah....senyum-senyum sendiri." sambil meletakkan jari pada dahi, miring.
"a..a..aku...lagi lihat-lihat email di laptop kok!" tergagap menjawab sekenanya.
"ooh...kamu lagi nulis cerpen ya? Emang cerpen bisa menghasilkan duit? Lagian siapa mau baca.....".