Selain sebagai aktor, Rano Karno juga dikenal sebagai penyanyi dan sutradara. Kemudian, setelah tak lagi main sinetron, Rano terjun ke dunia politik. Sekitar tahun 2007, namanya disebut-sebut bakal maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Kala itu, ia berminat untuk jadi salah satu calon wakil gubernur. Belakangan dia lantas mengurungkan niatnya itu. Urung mencalonkan diri jadi wakil gubernur di Jakarta, Rano mengalihkannya ke Kabupaten Tangerang. Posisinya masih tetap jadi orang nomor dua. Tahun 2008 ia resmi berpasangan dengan Ismet Iskandar. Bersama pasangannya itu, Rano terpilih jadi Wakil Bupati Tangerang periode 2008-2013. Tiga tahun menjadi wakil Bupati, pada 2011 Rano kembali mencalonkan diri dalam pilkada dan levelnya lebih tinggi yakni sebagai wakil gubernur. Namun bukan DKI di Jakarta, namun di Provinsi Banten. Ia berpasangan dengan Ratu Atut Chosiyah, gubernur petahana. Hasilnya, Oktober 2011 ia memenangkan pilkada. Sejak itulah dia menjadi penguasa di Provinsi yang memiliki jumlah penduduk 11 juta lebih tersebut. Dan, karena Atut tersangkut persoalan korupsi, Rano pun diangkat jadi PLT dan kini gubernur.
Tetapi, sejak dia jadi wagub dan kini sebagai gubernur tak banyak gebrakan yang dilakukan untuk memajukan Banten. Bahkan, sebagian dari masyarakat Banten menyatakan kepesimisannya. Karena sejak menjabat PLT hingga diangkat jadi Gubernur Banten di klaim belum ada perubahan yang signifikan. Rano Karno dinilai belum mampu menjalankan reformasi birokrasi dan clean good goverment secara utuh. Dia juga belum menuntaskan temuan BPK RI dan menonaktifkan para Kepala SKPD dan pejabat di lingkungan Pemprov Banten yang terindikasi kasus korupsi.
Hal lain yang banyak disorot warga adalah besarnya sisa lebih pembiayan anggaran tahun 2014 lalu sebesar Rp1,9 triliun lebih, sehingga belanja daerah APBD 2015 menjadi Rp 9,047 triliun. Dengan rincian untuk pos belanja langsung Rp 3,909 triliun dan belanja tidak langsung Rp 4,337 triliun. Besarnya sisa anggaran pada APBD Banten 2014, itu, menurut beberapa kalangan akan memengaruhi performa pegawai Pemprov Banten.
Mengutip akademisi UNIS Tangerang, Ail Muldi, dengan besarnya Silpa menandakan banyak dana yang tidak terserap. Ada kegiatan yang tidak dilakukan. Kemudian, selama kepemimpinan Rano, baik sejak dari Plt Gubernur Banten pada Mei 2014 hingga dilantik jadi Gubernur pada Agustus 2015 lalu , belum ada gebrakan atau program visioner untuk memaksimal penggunaan anggaran dengan baik. Sebagai pimpinan, Rano Karno hanya menjalankan rutinitas biasa saja. Persoalan lain, selama masa kepemimpinannya adalah jumlah pengangguran di Banten menempati urutan ketiga tertinggi setelah Provinsi Kepulauan Riau dan Sulawesi Utara. Tingkat penganguran terbuka tercatat 8,25 persen dari jumlah penduduk usia kerja. Peningkatan ini seiring dengan meningkatnya usia kerja dari 8,24 juta orang pada Februari 2014 menjadi 8,47 juta orang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten menyebutkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), diploma, dan sarjana meningkat. Pengangguran tertinggi dialami lulusan SMK, diikuti lulusan diploma, selanjutnya lulusan sarjana. Masih menurut data BPS, per Februari 2015, pengangguran terbuka lulusan SMK sebanyak 10,70 persen. Jumlah tersebut meningkat dibanding satu tahun sebelumnya, yaitu naik 6,97 persen. Sementara untuk diploma I, II dan III, meningkat dari 2,33 persen menjadi 4,14. Kemudian, lulusan sarjana meningkat dari 1,66 persen menjadi 3,90 persen. BPS Banten mencatat, pada Februari 2015 tercatat tingkat penganguran terbuka sesuai dengan tingkat pendidikan. Pengangguran SD mencapai 6,47 persen, SMP 13,4 persen, SMA Umum 10,19 persen, SMA Kejuruan 10,70 persen, diploma 4,14 persen dan universitas 3,9 persen. Melihat itu, sebagai pemimpin, selayaknya jika Rano Karno melakukan berbagai langkah strategis agar bisa menaikkan daya saing para lulusan SMU/SMK dan diploma tersebut.
Apalagi, dalam menghadapi perdagangan bebas tingkat ASEAN, daya saing memegang peran penting. Sebagai seorang pemimpin saatnya untuk bergerak. Sebab, peran yang sekarang diemban bukanlah peran dalam film. Rano karno sekarang adalah ‘The Real Gubernur” yang sudah dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Gubernur Banten pada Rabu, 12 Agustus 2015 di Istana Negara, Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78/P/Tahun 2015 tentang Pengesahan dan Pengangkatan Gubernur Banten sisa masa jabatan 2015-2017.
Penutup
Namun demikian, semua ada peluang bisa berubah. Meski berlatar belakang artis, apabila mau belajar dan terjun dalam dunia politik secara total dengan mengubah paradigma kekuasaan dari ambisi meraih prestise menjadi ketulusan menjalankan amanah rakyat, tentu anggapan tentang “kegagalan” artis di dunia politik seperti Dicky Chandra, Dede Yusuf dan mungkin Dedi Mizwar yang tak bergigi meski menyandang jabatan tinggi akan bisa ditepis. Namun itu perlu bukti di dunia riil dengan cara cukup sederhana yaitu tulus mengabdi serta mau mendekat dan mendengarkan rakyat yang dipimpinnya. Mungkin Rano Karno bisa belajar dari Jokowi.
Bisa dikatakan Jokowi adalah pendatang baru di dunia politik. Tapi siapa sangka latar belakangnya sebagai pengusaha mebel bisa mengantarkannya menjadi politisi dan pejabat yang sangat cemerlang prestasinya? Modal Jokowi bukanlah pengalaman politik. Modal Jokowi sama dengan Rano Karno. Berprestasi di dunia non politik tapi pada akhirnya ia bisa melenggang menjadi pejabat mumpuni bermodalkan “ketulusan” dan “kepedulian”. Jika Rano Karno memiliki dua kata kunci ini, maka yakinlah ia tetap akan menjadi idola dari dulu hingga sekarang.Rano Karno telah mengukir karya-karya indah sepanjang hidupnya. Akankah prestasi politiknya terukir indah seindah lagu dan filmnya? Semoga prestasi dan kinerja yang baik dapat dihadirkan dalam kiprahnya di dunia politik. Semoga !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H