Khusus untuk wahana roket, BPPT bersama LAPAN (saat ini sudah melebur ke dalam BRIN) pada tahun 2016 pernah melakukan kerjasama riset untuk menghasilkan prototipe wahana roket untuk TMC. Namun dalam prakteknya, wahana roket tidak implementatif untuk diterapkan di Indonesia. Kendala pertama, dari sisi regulasi penerbangan untuk meluncurkan roket harus mendaftarkan NOTAM (Notice To Airmen) sehari sebelumnya, dimana dalam NOTAM harus menyebutkan rencana peluncuran roket esok hari akan dilakukan pukul berapa, dari lokasi mana dan diarahkan kemana, pada ketinggian berapa, dan seterusnya. Ini jelas tidak memungkinkan, karena rencana aktivitas penyemaian selalu menyesuaikan dengan kondisi update peluang cuaca di hari-H. Dengan demikian, informasi yang diminta untuk mendaftarkan NOTAM jelas tidak memungkinkan untuk pelaksanaan TMC. Kendala kedua, dari sisi lalu lintas penerbangan di ruang udara wilayah Indonesia juga sangat padat dengan traffic penerbangan komersil. Dengan demikian juga sangat sulit sekali untuk bisa meluncurkan roket untuk misi TMC karena harus menunggu traffic penerbangan pesawat sipil benar-benar "clear", sementara ketepatan waktu (timming) dalam eksekusi  penyemaian awan mempunyai peran krusial.
Metode penyemaian awan dari darat menggunakan wahana GBG dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada pemakaian pesawat terbang dalam operasional TMC. Metode ini pertamakali dikembangkan dalam implementasi TMC di DAS Larona (Sulawesi Selatan) di area konsesi PT Vale, salah satu mitra pengguna jasa TMC. Belakangan, metode ini juga sudah mulai diadopsi untuk diimplementasikan di DAS Brantas (Jawa Timur) dan menyusul juga akan diimplementasikan di DAS Citarum (Jawa Barat).
Secara teknis, teknologi GBG ditujukan untuk obyek penyemaian berupa awan Cumulus dan awan Orografik yang tumbuh di sekitar puncak atau lereng gunung atau pegunungan. Teknologi GBG sangat cocok diterapkan pada sebuah catchment area waduk/danau dengan topografi perbukitan atau pegunungan. Tujuan penempatan menara GBG di sekitar catchment area dengan topografi pegunungan agar dapat memanfaatkan angin lembah dari pegunungan untuk menghantarkan bahan semai ke dalam awan yang tumbuh di sekitar pegunungan. Ada beberapa kelebihan dan keterbatasan metode penyemaian awan dari darat dengan wahana GBG dibandingkan dengan metode penyemaian awan menggunakan pesawat terbang, antara lain sebagai berikut:
Kelebihan:
- Biaya operasionalnya yang relatif lebih murah dibandingkan jika menggunakan wahana pesawat terbang.
- Operasionalnya relatif lebih mudah dan lebih aman karena tidak perlu melakukan aktivitas penerbangan yang sangat berisiko tinggi bagi keselamatan pelaksananya.
- Dapat beroperasi selama 24 jam nonstop (siang dan malam).
Keterbatasan:
- Karena sifatnya yang statis, metode ini hanya dapat memanfaatkan keberadaan awan-awan potensial hujan yang tumbuh di daerah pegunungan dan melintas persis di atas menara GBG terpasang.
Demikian sementara yang bisa saya tambahkan untuk ulasan mengenai Teknologi Modifikasi Cuaca. Mudah-mudahan bisa memberikan pencerahan kepada publik mengenai apa dan bagaimana teknologi ini dikerjakan. Di kesempatan berikutnya, saya akan tambahkan ulasan mengenai Teknologi Modifikasi Cuaca dari aspek prosedur pelaksanaan, nilai manfaat dan dampaknya terhadap lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H