Pendahuluan
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah hujan buatan telah banyak diimplementasikan di Indonesia untuk berbagai tujuan, khususnya guna mengurangi dampak kerugian atau meminimalkan risiko bencana yang ditimbulkan oleh faktor iklim dan cuaca.Â
Awalnya teknologi ini di Indonesia mulai dikembangkan untuk menjaga pasokan air di sejumlah waduk/danau strategis guna menunjang sektor pertanian (kebutuhan air irigasi) dan sektor energi (kebutuhan air PLTA).Â
Namun dengan semakin meningkatkan frekuensi kejadian bencana hidrometeorologis sebagai dampak perubahan iklim, teknologi ini juga mulai banyak dimanfaatkan untuk memitigasi bencana kekeringan, banjir, maupun bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang rutin terjadi tiap tahun di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Sejalan dengan semakin berkembang dan meluasnya pemanfaatan TMC di Indonesia, masih cukup banyak masyarakat yang mempertanyakan efektivitas dan nilai manfaat teknologi ini mengingat biaya operasionalnya yang tidak murah. Â
Tidak sedikit pula yang berasumsi bahwa teknologi ini bisa memberikan dampak negatif terhadap lingkungan ataupun sosial. Oleh karenanya, Penulis selaku praktisi TMC di Indonesia merasa perlu memberikan pencerahan sekaligus pemahaman agar terjadi proses sharing knowledge dan edukasi kepada publik.
Definisi Teknologi Modifikasi Cuaca
Secara definisi, TMC dapat diartikan sebagai "usaha campur tangan manusia dalam pengendalian sumberdaya air di atmosfer dengan memanfaatkan parameter cuaca untuk tujuan menambah atau mengurangi intensitas curah hujan pada daerah tertentu guna meminimalkan risiko bencana alam yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca".
Hingga saat ini masih banyak sekali masyarakat yang mengartikan aktivitas TMC adalah proses membuat hujan. Persepsi ini keliru dan perlu diluruskan. Istilah hujan buatan tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai proses membuat apalagi menciptakan hujan. TMC hanya mengkondisikan agar potensi hujan secara alami dapat dioptimalkan dengan dijatuhkan pada tempat yang diinginkan agar bermanfaat untuk tujuan tertentu.Â
Caranya dengan melakukan penyemaian awan (cloud seeding)Â menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopis (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan.Â
Awan yang dijadikan target adalah awan jenis Cumulus, yang secara visual berbentuk seperti kembang kol. Jika tidak ada awan di daerah target, maka TMC tidak akan memberikan hasil apa pun. Oleh karenanya, pemilihan waktu dengan pertimbangan potensi cuaca menjadi hal yang sangat krusial dalam pelaksanaan operasi TMC. Singkatnya, "no cloud, no seeding".