Pendakian ini dimulai oleh diriku bersama tiga teman kuliah dari Surabaya, tempat kami bertemu dan menjalin persahabatan selama bertahun-tahun. Kami memiliki semangat petualangan yang sama dan tekad untuk mengeksplorasi keindahan alam yang luar biasa di sekitar kami. Setelah berdiskusi panjang dan merencanakan secara rinci, kami memutuskan untuk menghadapi tantangan Gunung Penanggungan.
Sebagai mahasiswa, kami telah melalui berbagai ujian akademik dan hidup di tengah kesibukan perkotaan. Pendakian ini adalah kesempatan langka untuk melarikan diri sejenak dari rutinitas sehari-hari dan menjelajahi keindahan alam yang masih asli dan belum tersentuh. Kami merasa sangat beruntung dapat berbagi pengalaman ini bersama, saling mendukung, dan melawan rintangan yang mungkin menghalangi perjalanan kami.
Sejak awal perencanaan, kami telah mempersiapkan diri secara matang. Kami mempelajari rute pendakian, membekali diri dengan pengetahuan tentang peralatan yang diperlukan, dan berlatih secara fisik agar siap menghadapi medan yang menantang. Meskipun kami menyadari bahwa pendakian gunung tidak pernah mudah, semangat dan semangat kami tidak pernah padam. Kami siap untuk menghadapi segala hal yang mungkin terjadi selama perjalanan.
Tak lama setelah tiba di lereng Gunung Penanggungan, kami mulai menyadari bahwa petualangan ini tidak akan berjalan mulus. Cuaca yang tidak menentu seringkali menjadi penyebab kegagalan pendakian. Namun, kami tetap optimis dan siap menghadapi tantangan apa pun yang mungkin muncul di depan kami. Kami percaya bahwa setiap perjalanan memiliki ceritanya sendiri, dan kami tidak sabar untuk menulis bab baru dalam buku pengalaman hidup kami.
Dengan hati yang berdebar-debar, kami melangkah ke jalur pendakian. Langkah kami mengikuti jejak para pendaki sebelum kami, tetapi kami tahu bahwa pengalaman nyata akan terjadi saat kami menciptakan jejak kami sendiri. Setiap langkah membawa kami lebih dekat ke alam yang belum terjamah, memungkinkan kami untuk menyaksikan keajaiban alam dan membangun ikatan yang lebih kuat antara kami sebagai tim.
Dengan harapan yang tinggi dan perasaan antusias yang meluap, kami mengambil napas dalam-dalam dan memulai perjalanan kami menuju puncak Gunung Penanggungan. Matahari terbit menandai awal petualangan kami, menggantikan penatnya kota dengan keindahan alam yang murni dan tak tergoyahkan. Kami merasakan semangat dan ambisi menyala di dalam diri kami, siap menghadapi segala rintangan yang mungkin di depan kami.
Dalam setiap langkah, kami melangkah dengan tekad dan semangat yang tak tergoyahkan, menantikan apa yang mungkin ada di balik puncak yang menantang.Â
Dengan langkah yang mantap, kami terus melangkah menuju puncak Gunung Penanggungan. Namun, semakin kami mendaki, semakin buruk cuaca menjadi. Langit yang tadinya cerah mulai tertutup awan gelap, dan hujan mulai turun dengan lebatnya. Tetesan air menembus pakaian kami, menyerap ke dalam tulang dan membuat langkah kami semakin berat.
Kami mencoba mencari tempat berlindung, tetapi dengan jarak pandang yang terbatas, sulit untuk menemukan tempat yang aman. Angin bertiup dengan keras, menghempaskan tetesan air hujan secara horizontal, menyapu segala sesuatu di sekitarnya. Meskipun kesulitan, kami saling berpegangan tangan dan berusaha tetap bersama.
Saat badai semakin ganas, Di tengah hujan deras dan angin yang membelai tubuh kami, kekuatan dan semangat kami mulai teruji. Namun, di saat-saat seperti itu, kami memilih untuk tidak menyerah. Dalam keadaan basah kuyup dan gemetar kedinginan, kami mengambil wudhu dan melaksanakan shalat di bawah hujan yang turun dengan derasnya.Â
Menunaikan ibadah di antara reruntuhan candi yang penuh sejarah dan lingkungan alam yang mempesona memberikan kekhidmatan yang tak terlupakan. Kami mengucapkan rasa syukur atas kekuatan yang diberikan kepada kami, baik fisik maupun mental, untuk melalui cobaan yang kami hadapi.
Keimanan dan keyakinan kami memberikan kekuatan untuk tetap bergerak maju.
Setelah beristirahat sejenak dan mengembalikan fokus kami, kami mulai mencari petunjuk untuk kembali ke jalur pendakian. Kami menggunakan peta dan kompas dengan hati-hati, tetapi tanah yang basah membuat tanda-tanda sulit terlihat. Beberapa kali kami tersesat dan harus mundur beberapa langkah, tetapi dengan ketekunan, kami akhirnya menemukan jalur yang benar.