Mimpi Papua Merdeka menjadi makin tidak mungkin terwujud karena organisasi pendukungnya makin tidak solid.
Rebecca Marian, mahasiswa Papua tinggal di Jakarta, menulis bahwa OPM semakin tidak solid, karena ada dualisme kepemimpinan.
OPM terlihat tidak solid karena membentuk satu organisasi dengan satu ketua saja gagal total. Bagaimana bisa mereka merencanakan pembentukan negara baru ketika mencari pemimpin saja gagal.
Perpecahan OPM bermula dari Benny Wenda yang mendirikan Army West Papua tahun 2019 lalu. Ia juga memproklamasikan diri sebagai Presiden West Papua. Namun ia dianggap konyol karena menyatakan sebagai pemimpin tetapi keberadaannya ada di luar negeri.
Ketidakkompakan ini menunjukkan tingkah OPM yang aneh. Bagaimana bisa mengatur negara jika mengatur organisasi saja tidak bisa. (mediadayak.id)
Perjuangan berdasarkan sesat pikir
Papua Merdeka hanya merupakan sebuah ilusi atau mimpi karena mereka berjuang berdasarkan sesat pikir dan tidak tahu sejarah.
Mereka sesat pikir karena dipengaruhi oleh orang-orang luar yang sebelumnya juga ingin mengeruk keuntungan dari Papua.
Tidak tahu sejarah karena mereka mengira bahwa Papua itu sebuah entitas yang berdiri sendiri, tidak ada hubungannya dengan NKRI, bahkan dicaplok oleh NKRI. Padahal sesungguhnya antara NKRI dan Papua (minus Papua Nugini) memiliki kesamaan sejarah, yakni wilayah Hindia-Belanda, bekas jajahan Belanda di masa lalu.
Adalah Nicholas Messet, tokoh yang merupakan korban dari sesat pikir dan sempat tidak tahu sejarah, tapi kemudian menjadi tahu dan sadar bahwa Papua dan NKRI adalah dua wilayah yang memiliki sejarah dan nasib yang sama -- hal yang menjadi dasar pendirian NKRI yang merdeka dari penjajahan Belanda 17 Agustus 1945. Â (kupang.tribunnews.com -- 02/08/2022)
Juga Nicolaas Jouwe, tokoh Papua yang waktu muda bikin bendera Bintang Kejora OPM, tapi tua dukung NKRI.