Mohon tunggu...
Budi Kasmanto
Budi Kasmanto Mohon Tunggu... Penulis - Pendeta - Penulis - Jurnalis

Sejak 1994 bekerja sebagai pendeta di Bali. Tahun 2020-2022 menjadi pendeta di Manokwari, Papua Barat. Sejak Oktober 2023 menjadi pendeta di Jayapura, Papua. Bukunya berjudul "Panggilan Berkhotbah" diterbitkan oleh Penerbit ANDI Yogya. Sejak 2012 menjadi jurnalis Majalah Suara Baptis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masuk Gereja Cuci Noda Politik Identitas?

26 September 2022   10:01 Diperbarui: 26 September 2022   10:17 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kredit Foto: Istimewa - populis.id

Satrio Arismunandar dalam orbitindonesia.com menulis bahwa Anies Baswedan sedang menghadapi situasi rumit, ada problem besar yang menghadangnya, dalam upayanya maju sebagai capres di Pilpres 2024, yaitu perang pencitraan akibat cap sebagai Bapak Politik Identitas.

Cikal bakal perang pencitraan Anies Baswedan, menurut Satrio, berawal dari proses naiknya Anies ke kursi Gubernur DKI Jakarta lewat Pilkada 2017. Pilkada ini meninggalkan luka dalam, bahkan teramat perih, karena tim kampanye Anies memainkan politik identitas habis-habisan.

Tetapi "resep" kemenangan gemilang Anies pada 2017 itu ternyata tidak selalu menguntungkan, terutama pada 2022. Semata-mata mengandalkan dukungan suara dari kubu Islam politik, demikian Satrio, tidaklah cukup untuk memenangkan Pilpres. Kedekatan Anies dan kelompok-kelompok Islam politik kini lebih dirasa sebagai beban.

Konstituen Islam politik tetap harus dirawat, karena merekalah yang mendukung Anies selama ini sampai bisa meraih jabatan Gubernur DKI. Tetapi, menurut Satrio, terlihat terlalu dekat dengan kubu Islam politik ini bisa menghalangi masuknya dukungan dari konstituen Nasionalis.

Nah, nampaknya Anies menyadari framing yang bakal membatasi geraknya menuju capres. Lalu Anies pun masuk gereja, mungkin bermaksud mencuci noda politik identitas yang telah mengotori citranya.

Dan Anies datang ke gereja dengan memberikan bantuan. Dengan langkah ini nampaknya Anies berhasil membangun citra sebagai gubernur yang mengayomi umat Kristen, korban utama politik identitas yang dia mainkan. Bahkan Anies berhasil membuat beberapa pimpinan gereja memuji-mujinya setinggi langit.

Puja-puji pimpinan gereja tersebut, yang dimaksudkan untuk menyangkal sebutan Bapak Politik Identitas, dinyatakan setidaknya dalam tiga hal, yakni pemakaian stola, pernyataan bahwa dia meneladani karakter dan ajaran Yesus Kristus serta pemberian gelar "Bapak Kesetaraan Indonesia".

Mengenai pemakaian stola bukanlah pujian yang diperoleh Anies, tetapi malah sindiran dari netizen.

Yohanes A Kopong Corebima dalam populis.id menulis tanggapan netizen terhadap Anies yang memakai stola di peresmian sebuah gereja, dengan judul "Haleluyah Puji Tuhan Pak Anies Baswedan Sudah Jadi Pendeta!" Yohanes juga mengutip netizen yang menyindir dengan menyebut yang bersangkutan telah murtad dan kini menjadi pendeta.

Mengenai sebutan Anies meneladani karakter dan ajaran Tuhan Yesus Kristus, inipun para pemimpin gereja tersebut memberikan sekadar pujian kosong atau basa-basi. Bahkan ada yang menyebut mereka "menjilat dengan nama Yesus."

Roedy S Widodo dalam Seword.com menulis dengan judul "Ketika Nama Yesus Digunakan Untuk Menjilat Anies Baswedan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun