Indonesia memang dikenal sebagai negara yang sangat majemuk. Keanekaragaman suku, budaya, agama dan Bahasa yang melekat di masyarakatnya, menjadi karakter yang tidak ada di negara lain. Karena itulah, kultur yang berkembang di negeri ini tentu sangat berbeda dengan negara lain.Â
Budaya saling menghargai, toleransi dan tolong menolong menjadi tradisi yang melekat. Bahkan, dari ujung Aceh hingga Papua, budaya tersebut masih tetap ada.
Namun, dibalik kemajemukan dan toleransi tersebut, masih saja ada duri yang terus ada di negeri ini. Duri yang dimaksud adalah intoleransi. Bibit intoleransi ini menjadi problem yang serius.Â
Contoh sederhana adalah maraknya ujaran kebencian diberbagai lini kehidupan. Dari masyarakat biasa hingga politisi, masih bisa kita temukan kebiasaan saling membenci, saling mencaci tanpa alasan yang jelas.
Maraknya ujaran kebencian di tengah masyarakat ini, tidak bisa dilepaskan dengan maraknya propaganda radikalisme yang dilakukan oleh kelompok radikal di media sosial.Â
Kelompok ini terus memanfaatkan perkembangan zaman, untuk menebar bibit radikalisme. Memang tidak secara langsung, cara penyebarannya pun dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yaitu berawal dari kebencian.
Ketika kebencian itu sudah terbentuk, setelah itu mulai disusupkan sentimen agama didalamnya. Tak jarang juga diselipkan penafsiran yang salah tentang ayat-ayat suci.Â
Akibatnya, ketika hal tersebut disebarluaskan, masyarakat yang tingkat literasinya rendah akan mudah terpengaruh. Kondisi semakin runyam, ketika informasi yang menyesatkan tersebut juga disebarluaskan tanpa adanya cek dan ricek terlebih dulu.
Tidak sedikit penyebaran bibit intoleransi itu memicu terjadinya konflik di tengah masyarakat. Apalagi ketika isu agama dihembuskan. Mayoritas merasa terganggu, akibatnya memicu terjadinya intoleransi pada kelompok minoritas.Â
Dan sepanjang 2021 yang lalu, praktek semacam ini masih terjadi. Begitu mudah orang mengatakan kafir, hanya karena persoalan perbedaan. Begitu mudah orang mengatakan sesat, hanya karena berbeda keyakinan.
Kita semua tentu berharap di tahun 2022 ini, praktek intoleransi bisa diminimalisir. Lebih bagus lagi bisa hilang dari kehidupan sehari-hari. Meski kita tahu, kelompok radikal tentu tidak akan berdiam diri.Â
Untuk itulah, di tahun 2022 ini, kita semua tidak boleh berdiam diri. Kita harus membekali diri dengan literasi yang benar. Kita juga harus membekali diri dengan pemahaman agama dan kebangsaan yang benar.
Jika kita sudah mempunyai bekal tersebut, yang harus kita lakukan adalah menebar pesan damai, pesan membangun, pesan keragaman agar negeri ini tetap tumbuh dalam harmoninya.Â
Agar kita tetap bisa berdampingan dalam keberagaman. Terus suarakan pentingnya menjaga toleransi, agar kita tidak menjadi generasi yang kehilangan arah. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H