Mulutmu harimau mu. Mungkin diantara kita pernah mendengar perumpamaan ini. Lisan kita bisa menjadi boomerang, jika tidak bisa menjaganya. Terlebih lagi di era digital, yang notabene sudah ada aturan yang mengatur tentang segala tutur kata di dunia digital. Sudah banyak contoh kasus, orang dipenjara karena postingannya di media sosial karena dianggap mencemarkan nama baik, menebar provokasi, atau menebar kebencian. Namun, meski di Indonesia sekarang sudah ada UU ITE, masih saja ada oknum-oknum tertentu yang secara sengaja menebar kebencian dan provokasi di media sosial.
Seakan taka da matinya, dalam kondisi apapun para oknum tersebut masih saja terus menebar kebencian dan provokasi. Di tahun politik misalnya, ujaran kebencian dan provokasi makin tak terkendali. Setiap jam, menit, bahkan detik, ada saja postingan yang menjelekkan pihak lain. Ketika ada bencana, ada juga pihak yang secara sengaja menebarkan hoaks yang memicu terjadinya kepanikan. Bahkan ketika pandemi seperti sekarang ini, juga masih ada pihak-pihak yang secara sengaja menebar hoaks dan provokasi kebencian. Dan fenomena semacam inilah yang terjadi saat ini.
Mari kita jadikan Ramadan ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri. Mari kita saling mengendalikan diri, untuk tidak menebar kebencian dan merasa paling benar sendiri. Ingat, puasa tidak hanya menahan makan dan minum, tapi juga harus menjaga agar tutur kata dan perilaku tetap mengedepankan kebaikan. Jika di bulan Ramadan masih terus melakukan perbuatan yang tidak baik, sungguh akan sangat disayangkan. Karena Ramadan merupakan bulan penuh keberkahan.
Menjaga lingkungan sekitar, baik linkungan di dunia nyata ataupun maya merupakan keharusan. Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan agar sebaiknya mengatakan yang baik-baik saja. Atau lebih diam saja. Nabi juga bersabda, bahwa manusia yang paling buruk moralnya adalah manusia yang sering melakukan adu domba. Karena itulah, penting kiranya di bulan Ramadan ini, kita semua harus menjaga tutur kata dan perilaku agar tidak mengeluarkan ucapan yang buruk. Inilah jihad yang sesungguhnya, mengendalikan segala hawa nafsu dalam diri. Termasuk nafsu untuk menebar kebencian dan provokasi.
Negeri ini punya pengalaman buruk terkait provokasi dan ujaran kebencian ini. Antar masyarakat bisa saling menebar kebencian, saling ancam, bahkan bisa saling terlibat konflik secara terbuka. Inilah yang terjadi jika kita semua tidak bisa menjaga tutur kata dan perilaku. Dan masyarakat yang bersifat pasif, juga harus membekali diri dengan literasi yang kuat, agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan.
Ujaran kebencian dan provokasi hanya akan menjauhkan diri dari keberkahan Ramadan. Keduanya termasuk dalam kategori perbuatan negative, yang bisa merusak pahala puasa. Tidak hanya itu, provokasi dan kebencian juga bisa merusak toleransi, keberagaman dan persatuan negeri ini. Mari saling menguatkan, jangan saling melemahkan apalagi saling menghancurkan. Kita tinggal di negeri yang sangat beragam, sangat toleran dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Karena itulah, mari saling jaga dengan tetap saling berdampingan dan mengedepankan keberagaman. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H