Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

SKB 3 Menteri dan Upaya Menegakkan Toleransi di Sekolah

10 Februari 2021   18:35 Diperbarui: 10 Februari 2021   18:45 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini terbut surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri tentang seragam sekolah dan atribut agama, agi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah negeri. Aturan ini banyak dibicarakan publik, baik itu di dunia maya ataupun dunia nyata.

Dalam aturan yang diterbitkan oleh kementerian pendidikan, kementerian agama dan kementerian dalam negeri ini, memuat aturan bahwa pemda atau sekolah, tidak berhak mewajibkan atau melarang siswa, guru ataupun tenaga pendidik untuk memakai pakaian dan atribut keagamaan tertentu di sekolah. Semuanya diserahkan sepenuhnya ke individu yang bersangkutan.

Aturan ini pun langsung mendapatkan respons yang beragam di masyarakat. Ada yang menganggap hal ini merupakan langkah maju pemerintah. Secara tidak langsung merupakan bentuk penegasan dari pemerintah, bahwa penerapan semangat bhinneka tunggal ika penting dilakukan. Namun ada juga yang mengkritisi, karena dianggap melanggar bagian dari agenda sekularisme.

Seperti kita tahun bersama, penyebaran bibit intoleransi dan radikalisme, belakangan marak terjadi di sekolah-sekolah umum di Indonesia. Beberapa sekolah umum mewajibkan seluruh siswanya mengenakan seragam keagamaan tertentu.

Dengan adanya SKB 3 menteri ini, diharapkan bisa memberiikan jaminan kepada siswa, guru dan sekolah, agar menjaga nilai agama dan keberagaman di dunia pendidikan.

Satu hal yang perlu diketahui adalah, aturan ini berlaku bagi sekolah negeri atau sekolah yang dikelola oleh pemerintah daerah. Dan sekolah negeri pada dasarnya merupakan lembaga pendidikan yang dibiayai oleh negara.

Sebagai institusi public, sekolah harus memberikan ruang bagi semua golongan dan memberikan ruang toleransi seluas-luasnya di dalam sekolah. Terkait adanya sekolah yang memaksakan pakaian atau atribut keagamaan tertentu pada siswa, guru atau tenaga pendidik yang lain, merupakan bentuk intoleransi yang semestinya tidak boleh terjadi di lembaga pendidikan yang merupakan institusi publik.

Terkait sikap pro dan kontra ini, pada dasarnya hal yang lumrah terjadi di negara yang demokratis. Namun pro dan kontra ini juga harus disikapi secara dewasa. Jangan pula karena berada di pihak yang kontra, terus memunculkan informasi yang menyesatkan, yang membuat masyarakat bingung.

Niat baik SKB 3 menteri, juga harus disikapi secara dewasa. Menguatnya bibit intoleransi di sekolah, tidak bisa diserahkan secara sendirian oleh pihak sekolah atau pemda. SKB 3 menteri merupakan bentuk penegasan pemerintah pusat, bahwa menjaga toleransi dari tingkat sekolah penting untuk dilakukan.

Sekolah merupakan tempat untuk saling belajar tentang keberagaman. Karena yang sekolah, yang mengajar, yang beraktifitas di sekolah bisa dari mana saja dengan latar belakang yang berbeda. Saling memahami satu dengan yang lain, perlu diajarkan di sekolah.

Indonesia yang penuh dengan keberagaman, harus dipahami sejak dini. Bahkan di sekolah yang berbasis agama pun, juga dianjurkan untuk mengajarkan nilai-nilai keberagaman dan toleransi. Karena semangat bhineka tunggal ika, semestinya masih terus diimplementasikan dalam setiap ucapan dan tindakan. Salam toleransi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun