Seiring perkembangan zaman, teknologi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang positif, seringkali disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak baik.Â
Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian salah satunya. Aktifitas tidak baik itu begitu marak di era milenial ini. Untuk urusan apapun, seringkali muncul hoaks.Â
Jika sudah merebak, tak lama kemudian muncul provokasi. Dan jika di dunia maya semua orang sudah saling caci maki, di dunia nyata tak lama kemudian muncul tindakan intoleransi. Kondisi ini terus berulang, berulang dan berulang. Lalu, sampai kapan akan terus seperti ini?
Mari kita renungkan bersama. Kemajuan teknologi semestinya lebih dimanfaatkan untuk tujuan yang lebih baik. Kemajuan teknologi harus digunakan untuk tujuan yang positif dan inspiratif.Â
Misalnya, kecepatan penyebaran informasi, bisa dilakukan untuk menyebarkan informasi tentang temuan sebuah penelitian, kebijakan yang bisa bermanfaat buat masyarakat, karya yang bisa menjadi inspirasi, dan masih banyak contoh yang lain.Â
Namun, dalam perjalanannya kemajuan teknologi ini justru digunakan sebagian orang untuk menyebarkan narasi radikal, hoaks, provokasi dan ajakan perbuatan intoleran.
Perilaku yang tidak ada manfaatnya itu, ironisnya menyebar begitu masif berkat kecanggihan teknologi. Dalam hitungan detik, provokasi, hoaks, narasi radikalisme menyebar ke seluruh penjuru negeri.Â
Sementara, yang beraktifitas di media sosial tidak hanya orang dewasa, tapi juga banyak remaja bahkan anak-anak. Seperti kita tahu, anak-anak sekarang ini juga sudah begitu familiar dengan media sosial.Â
Mereka sudah tidak asing bermain dengan youtube, instagram, facebook, dan lain-lainnya. Tidak sedikit juga masyarakat yang minim literasi, juga mulai familiar dengan dengan media sosial ini. Akibatnya mereka dengan mudah terprovokasi oleh narasi provokasi dan kebencian.
Keberadaan narasi yang menyesatkan tersebut memang harus segera disudahi. Harus ada narasi yang bisa melawan. Narasi yang menyejukkan, yang inspiratif dan mampu merangkul keberagaman harus sering dimunculkan di media sosial. Banyak hal yang semestinya bisa kita jadikan pembelajaran terkait narasi-narasi yang menyesatkan ini.Â
Dulu ketika masa penjajahan, politik adu domba telah membuat masyarakat saling curiga dan bertika sendiri. Ketika era kemajuan teknologi, informasi bohong bermunculan untuk menggiring opini yang salah.Â
Mungkin kita masih ingat bagaimana kelompok ISIS menyebarkan propaganda yang menyesatkan, sampai akhirnya berujung banyak orang dari berbagai negara bergabung menjadi anggota ISIS.
Di era seperti sekarang ini, provokasi dan hoaks menjadi salah satu faktor yang membuat kita saling melemahkan. Padahal diantara kita semestinya harus saling menguatkan. Harus saling tolong menolong antar sesama.Â
Terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini, saling menguatkan merupakan keharusan. Dengan saling menguatkan, maka kita bisa mewujudkan semangat yang sama, untuk bisa keluar bersama dari pandemi ini.Â
Mari kita sudahi penyebaran narasi yang menyesatkan. Saatnya menyebarkan narasi yang menyejukkan, saling memanusiakan, saling menghargai dan tetap mengobarkan semangat untuk saling menguatkan satu dengan yang lain. Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H