Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

ISIS Runtuh, Bukti Kuat Paham Kekerasan Tak Ada Gunanya

2 April 2019   22:26 Diperbarui: 2 April 2019   22:54 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tolak Radikalisme - bangkitmedia.com

Sejak kemunculannya pada 2013 lalu, keberadan ISIS telah menjadi sorotan dunia internasional. Kelompok teroris ini telah menebar teror ke seluruh penjuru negeri dengan berbagai cara. Salah satunya melalui video pemenggalan orang tak berdosa yang kemudian disebarkan melalui dunia maya.

Dalam kehidupan nyata, kelompok ini juga sempat menguasai sebagian kota di Irak dan Suriah. Karena propaganda yang massif di dunia maya, membuat banyak orang tertipu dan berbondong-bondong menjadi anggota ISIS. Dan diantara para anggota yang datang ke Suriah dan Irak ketika itu adalah warga negara Indonesia.

Ketika ISIS diserang oleh berbagai negara, pemimpin ISIS memberikan perintah kepada para pengikutnya, untuk kembali ke negaranya masing-masing dan menebar teror dengan berbagai cara.

Akibat perintah ini, para anggota dan simpatisan ISIS asal Indonesia menebar teror di Indonesia. Salah satunya adalah bom Thamrin, bom Kampung Melayu dan beberapa bom lainnya. Dan propaganda radikalisme di media sosial, terus mereka lakukan untuk mendapatkan simpati publik.

Kini, ISIS yang sempat menguasai sebagian kota Suriah telah dinyatakan kalah. Pada akhir Maret 2019 lalu, pasukan demokratik Suriah mendeklarasikan kemenengah penuh dan ISIS dinyatakan kalah 100 persen.

Fakta ini menunjukkan bahwa ISIS yang selama ini mengedapankan paham kekerasan, tidak bisa untuk diterapkan di negara manapun. Ideologi kekerasan yang mengatasnamakan agama, jelas tidak tepat untuk diterapkan di era yang sudah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Bagi Indonesia sendiri, paham kekerasan jelas bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Kekerasan jelas bukanlah budaya masyarakat Indonesia. Masyakat pedalaman di Papua sekalipun, menganut budaya bakar batu, sebagai bentuk upayacara saling meminta maaf jika terjadi perselisihan antar suku.

Sementara ISIS sama sekali tidak membuka ruang untuk saling memaafkan, ruang saling menghargai dan ruang untuk berekspresi. Sementara dalam Islam sendiri, justru membuka ruang bagi para pemeluknya untuk saling memaafkan, saling menghargai, saling tolong menolong dan memperbanyak berbuat kebaikan.

Meski ISIS telah dinyatakan kalah, para simpatisannya masih menyebar ke berbagai negara. Diperkirakan tentara ISIS ketika itu ada sekitar 3.500 orang yang bergabung. Dari jumlah tersebut, 800 orang diantaranya diperkirakan merupakan warga negara Indonesia. Dan bisa jadi, dari 800 orang itu beberapa diantaranya sudah pulang ke Indonesia.

Perlu jadi kewaspadaan. Meski ISIS telah runtuh, tapi ideologi yang masih diyakini para pengikutnya tidak akan hilang begitu saja. Mereka tentu masih akan terus melakukan berbagai propaganda yang terus disebarkan melalui media sosial.

Untuk itulah, menjadi tugas bagi kita semua, untuk terus menjelaskan bahwa paham kekerasan yang selama ini diyakini sebagai sebuah solusi oleh kelompok ISIS, tidak tepat untuk diterapkan di Indonesia. Sederhana saja. Meski mayoritas penduduk Indonesia memilih menjadi muslim, tapi Indonesia bukanlah negara muslim.

Indonesia adalah negara beragama, yang mengakui banyak agama. Indonesia adalah negara dengan tingkat kemajemukan yang tinggi. Ribuan suku yang tersebar dari Aceh hingga Papua, telah mengantarkan Indonesia menjadi negara yang penuh keanekaragaman.

Mari kita saling ingatkan. Para simpatisan ISIS bisa jadi merupakan korban dari propaganda kekerasan. Paham kekerasan jelas tidak ada gunanya untuk diyakini. Paham kekerasan harus ditinggalkan. Dan karena kita manusia yang dianugerahi akal dan pikiran, mari kita saling menjaga dan mengingatkan.

Bahwa sebenarnya hidup saling berdampingan dalam keragaman itu merupakan keniscayaan. Tidak ada muslim dan non muslim, tidak ada Jawa dan luar jawa. Yang ada adalah kita masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun