Mungkin kita masih belum lupa tentang apa yang terjadi di Rohingya. Semua orang mengutuk segala aktifitas yang menimpa muslim Rohingya. Berbagai dukungan dan bantuan terus berdatangan. Dukungan dari Indonesia pun tak kalah banyaknya.
Tidak hanya dukungan materi, peristiwa Rohingya juga telah menguatkan kelompok-kelompok Islam garis keras di Indonesia. Mereka memanfaatkan isu Rohingya untuk menebar propaganda radikalisme.
Bahkan mereka juga telah membuka posko pendaftaran relawan untuk membela Rohingya. Karena berangkat ke Rohingya dianggap sebagai bagian dari jihad. Pendapat ini mendapat tentangan dari berbagai tokoh agama. Jika ingin membantu, bantulah sesuai konteksnya.
Kini, hal serupa terjadi di China. Media massa dan media sosial banyak memberitakan tentang kasus penindasan muslim Uighur di Propinsi Xinjiang, China. Pemerintah China dilaporkan telah menahan jutaan muslim Uighur di sebuah camp rahasia.
Sebelum kita menyimpulkan apa yang terjadi, mari kita lihat beberapa fakta yang ada di Tiongkok. Etnis Uighur merupakan satu dari 10 suku yang memeluk Islam di Tiongkok. Selain Uighur, juga terdapat etnis Hui, Dongxiang, Kyrgyz, Salar, Khazakh, Uzbek, Bonan, Tatar dan Tajikistan.
Etnis Uighur ini tinggal di wilayah Xinjiang, yang berbatasan dengan beberapa negara. Diantaranya Rusia, Pakistan, India, Afganistan, Mongolia, Kyrgyzstan dan Kazakhstan.
Hingga saat ini, banyak versi yang beredar di luar sana. Namun pemerintah Tiongkok telah mengeluarkan pernyataan bahwa hal itu dilakukan karena terkait radikalisme. Alasannya, etnis muslim yang lain, masih bisa bebas seperti halnya pemeluk agama lain yang ada di Tiongkok.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, banyak pihak Indonesia menentukan sipak. Berbagai ormas Islam termasuk MUI sudah mengecam pemerintah Tiongkok. Namun pemerintah Indonesia belum mengeluarkan pernyataan resmi karena masih menunggu laporan dan temuan dari pihak kedutaan Indonesia di Tiongkok. Sikap hati-hati pemerintah ini mungkin beralasan, karena versi pemerintah Tiongkok ada unsur radikalisme dibalik penahanan tersebut.
Sementara menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang kebetulan terlibat aktif dalam menyelesaikan konflik agama di Poso, menyatakan pernah ada keterlibatan etnis Uighur dalam konflik Poso di Indonesia. "Di Indonesia, radikalisme atau teror yang datang dari Uighur itu ikut membantu Santoso di Poso. Ada 12 orang yang ikut perang di Poso itu orang Uighur," katanya.
Apapun yang terjadi, mari kita yang di Indonesia ini, bisa melihat segala persoalan yang terjadi di negara lain secara utuh dan obyektif. Jangan sampai kita terprovokasi hanya karena sentimen agama. Ingat, saat ini hoax berkembang begitu pesat di Indonesia. Kita harus membekali diri dengan literasi yang kuat, agar tidak terprovokasi oleh informasi yang sesat.
Betul bahwa sesama muslim harus saling membantu. Juga betul sesama manusia juga harus saling membantu. Karena dalam Islam dan agama apapun, juga mengajarkan untuk saling membantu. Namun, kita juga harus bisa memastikan membantu kepada orang yang tepat, yang benar-benar membutuhkan pertolongan.
Mari kita belajar dari Poso, Rohingya, Suriah, dan masih banyak lagi tempat yang pernah terjadi konflik agama. Ingat, tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan. Pada dasarnya semua agama menginginkan terciptanya perdamaian. Dan Indonesia, adalah negara yang sangat menjunjung tinggi terciptanya perdamaian. Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H