Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Momentum Menghilangkan Iri, Benci dan Teror di Bulan Suci

18 Mei 2018   06:37 Diperbarui: 18 Mei 2018   07:08 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki tahun politik, banyak pihak memperkirakan ujaran kebencian mengalami peningkatan. Dunia maya terus dibanjiri pesan-pesan kebencian, hanya untuk menjelekkan pasangan calon yang bertarung di pilkada serentak. Ujaran kebencian itu juga dimaksudkan untuk menurunkan elektabilitas paslon, agar pasangan yang didukungnya mendapat simpati publik. Cara-cara semacam ini menjadi sebuah template, yang selalu berulang ketika pilkada DKI Jakarta.

Kebencian tidak hanya terjadi di wilayah politik. Dalam kehidupan sehari-hari, propaganda kebencian juga terus digulirkan. Kali ini yang menggulirkan adalah kelompok intoleran dan radikal. 

Akibat kebencian yang begitu besar ini, mereka berani muncul dengan melakukan berbagai aksi. Aksinya pun bermacam-macam. Mulai dari hate speech, persekusi, hingga aksi teror seperti yang terjadi di Surabaya pekan kemarin. Karena kebencian yang sangat berlebihan, jaringan teroris ini menjadikan pihak-pihak yang berbeda sebagai 'musuh'. Orang yang berbeda dengan ideologi mereka, dianggap kafir dan menjadi musuh.

Salah satu yang selalu menjadi target bom adalah polisi. Keberadaan aparat ini selalu saja menjadi target, karena mereka selalu menghalangi gerak para teroris ini. Bahkan polisi sudah dianggap bagian dari musuh bersama. 

Padahal, polisi adalah manusia juga, muslim juga, yang semestinya harus mendapatkan posisi yang sama. Karena seorang muslim tidak diajarkan untuk saling membenci sesama muslim. Lalu, kenapa kelompok teroris yang muncul sekarang ini juga menyasar manusia tak berdosa? Hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari doktrin yang mereka dapatkan.

Kebencian yang berlebihan juga akan menutup logika. Tidak sedikit orang yang memelihara kebencian, akan menggunakan kaca mata kuda dalam menyikapi sebuah peristiwa. Tidak ada diskusi, karena yang mereka yakini dianggap paling benar. Hal semacam inilah yang berpotensi menimbulkan 'gesekan' di masyarakat. Upaya untuk memaksakan kehendak pasti akan terjadi. Dan masyarakat yang tidak mengikuti kehendak tersebut, kadang justru mendapatkan represi.

Dari berbagai peristiwa yang terjadi tersebut, mari kita jadikan bulan Ramadan ini sebagai momentum untuk berbedah dan introspeksi. Mari belajar menghilangkan bibit kebencian yang masih ada pada diri kita masing-masing. Ingat, kebencian berlebihan akan mendekatkan kita pada segala perbuatan tidak terpuji. Kebencian yang berlebih akan menjadikan kita menjadi pribadi yang intoleran, dan cenderung radikal. Kalau sudah begini, akan mudah sekali terpapar paham radikalisme. Apalagi propaganda radikalisme di dunia maya begitu masif terjadi hingga saat ini.

Belajarlah untuk saling memaafkan. Karena dengan saling memaafkan, secara tidak langsung kita sudah belajar untuk mengendalikan emosi dan menghilangkan bibit kebencian. Ramadan, merupakan momentum untuk berbuat baik. Karena bulan Ramadan adalah bulan yang penuh keberkahan. Dengan melakukan banyak kebaikan, diharapkan setelah selesai Ramadan kita akan lahir kembali menjadi manusia dengan pribadi yang toleran, bertanggung jawab dan tetap saling menolong antar sesama. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun