Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Saling Menyatukan karena Kita adalah Pemersatu

28 September 2017   22:07 Diperbarui: 29 September 2017   04:39 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia menganut semboyan bhineka tunggal ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Melalui semboyan ini jelas terlihat, bahwa Indonesai adalah negara yang mempunyai tingkat keberagaman tinggi. Tidak hanya sumber alamnya yang beragam, suku dan budayanya juga sangat beragam. Karena keberagaman itu pula, Indonesia sudah menjadi rebutan banyak pihak sejak dulu. Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang merupakan beberapa negara yang sempat ingin merebutkan negara yang kaya ini. Karena persatuan dan kesatuan, dan keinginan untuk merdeka, para penjajah itu akhirnya tidak bisa menguasai Indonesia.

Kini, sudah 72 tahun Indonesia merdeka. Berbagai upaya untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini, terus dilakukan oleh generasi penerus. Namun, dalam proses mengisi kemerdekaan ini, ternyata ada pihak-pihak yang mengendekai Indonesia tidak satu. Mereka adalah kelompok radikal yang terus melakukan propaganda radikalisme di dunia maya dan dunia nyata. Pesan-pesan yang mereka munculkan selalu mempersoalkan keberagaman yang telah ada. Merasa dirinya mereka paling benar. Dan merasa bahwa apa yang mereka lakukan merupakan bagian dari perjuangan di jalan Allah.

Mari kita berpikir secara logis. Adakah perjuangan menegakkan agama dengan cara tindak kekerasan atau bom bunuh diri? Mari kita lihat perjuangan para pahlawan dan ulama kita. Semangat mereka tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan. Bahkan ketika penjajah melakukan politik adu domba agar masyarakat terbelah, para tokoh ketika itu tetap berusaha mengedepankan kepentingan bersama. Dan hasilnya bisa kita rasakan hingga saat ini. Indonesia tetap bersatu dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia (NKRI).

Sementara itu, di era yang serba modern ini, kecainggihan teknologi justru dimanfaatkan untuk menebar ujaran kebencian. Ironisnya, ujaran kebencian itu justru diproduksi oleh masyarakat Indonesia sendiri, ditujukan untuk masyarakat Indonesia. Kondisi ini justru bertolak belakang dengan apa yang dilakukan para pendahulu, yang tetap mengedepankan persatuan untuk bisa merebut kemerdekaan. Generasi milenial diharapkan juga mengikuti jejak para pendahulu. Boleh berbeda pendapat, tapi kepentingan bangsa tetap harus menjadi hal yang utama. Jangan sampai negeri ini hancur bukan karena penjajah, tapi karena masyarakatnya sendiri yang terus berseteru.

Provokasi-provokasi yang terus muncul ini, tentu tidak baik bagi Indonesia. Sebagai generasi penerus yang cinta damai, tentu menjadi tugas kita bersama untuk terus menebarkan pesan damai. Sekali lagi, mari kita lihat sejarah. Semua orang berkontribusi untuk menjaga NKRI dari berbagai ancaman. Semua orang berkontribusi untuk memberikan hal yang positif bagi negeri. Kenapa di era yang lebih maju ini justru keterbalikannya? Kenapa ujaran kebencian masih saja terjadi? Sekali lagi, mari kita introspeksi diri. Mari kita hilangkan ego pribadi demi kepentingan bersama.

Tentu kita berharap tidak ada lagi perpecahan diantara sesama warga negara. Provokasi kelompok radikal yang terus menebar teror, berpotensi memunculkan aksi balasan. Provokasi seperti yang terjadi ketika Pilkada DKI Jakarta, berpotensi terjadi ketika dirinya merasa benar. Mari kita jaga dan implementasikan semangat sila ketiga Pancasila, persatuan Indonesia. Karena Pancasila merupakan pemersatu keberagaman di Indonesia. Hal ini pun sudah teruji selama 72 tahun Indonesia merdeka. Karena ideologi bangsa ini mampu menyatukan semua keberagaman, semestinya kita juga ikut menyatukan semua keberagaman yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun