Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Keluarga Melindungi Anak dari Radikalisme

21 Maret 2017   06:55 Diperbarui: 21 Maret 2017   16:00 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring perkembangan teknologi, informasi apapun bisa terserap begitu mudah. Informasi apapun bisa berkembang sangat cepat. Begitu juga dengan paham radikalisme, yang bisa begitu mudah dan cepat berkembang di media sosial dan dunia maya. Kelompok radikal begitu masif memanfaatkan kemajuan teknologi ini, untuk memudahkan mereka dalam melakukan propaganda. Dan hasilnya, banyak sekali anak-anak yang memang suka beraktifitas di media sosial ini, terpapar paham radikalisme.

Untuk bisa meminimalisir pengaruh radikalisme pada diri anak, peranan keluarga sangat penting. Orang tua dan keluarga merupakan pelindung anak dari radikalisme. Orang tua harus aktif memberikan pendampingan, aktif mengajak berbicara dan tidak mendiamkan anak-anak ketika di rumah. Bisa jadi dir umah aman-aman saja, namun kita tidak bisa menjamin apakah pergaulan di luar rumah terbebas dari paham radikalisme? Apalagi jika anak sudah mulai menginjak remaja, rasa ingin tahunya begitu besar. Terkadang mereka tidak mempertimbangkan baik dan benar dalam proses pencarian jati diri.

Tanpa harus membatasi ruang gerak anak, namun anak harus diberikan pemahaman mana yang baik dan mana yang tidak baik. orang tua harus merangsang anak, agar mereka mau memberitahukan apa saja yang mereka lakukan dan alami selama di sekolah dan pergaulan. Saat ini, banyak sekali anak yang sudah terpapar paham radikalisme. Ujaran kebencian di kalangan siswa terus berkembang. Apalagi, buku-buku radikalisme juga terus disusupkan kelompok radikal melalui oknum guru. Di Depok Jawa Barat misalnya, buku radikalisme sempat ditemukan menyusup di pendidikan anak usia dini (PAUD). Belum lagi, Bahrun Naim dan jaringannya masih aktif melakukan propaganda di dunia maya. Artinya, begitu banyak faktor yang membuat anak-anak terpapar radikalisme.

Namun, tidak sedikit kalangan dewasa yang sudah terpapar dan sengaja menyebarkan ke keluarganya. Tentu kita masih ingat ketika petugas menangkap WNI yang ingin bergabung ISIS ke Suriah. Rata-rata mereka membawa anak-anak mereka turut serta. Bahkan, tahun kemarin kita juga sempat digemparkan tayangan di media sosial, yang menayangkan anak-anak dibawah umur latihan tempur. Mereka sudah dikenalkan senjata oleh militan ISIS. Ironisnya, sebagian dari mereka adalah anak-anak dari Indonesia.


 Jika ada orang tua yang sengaja mangajarkan radikalisme ke anak, maka anak harus dipisahkan dari orang tua. Karena berdasarkan UU Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014 menegaskan, bahwa anak yang menjadi korban terorisme harus mendapat perlindungan khusus dari negara. Perlindungan ini bisa dilakukan melalui penanaman nasionalsme, Pancasila melalui jalur pendidikan. Selain itu juga harus terus dilakukan konseling, untuk menjelaskan bahaya terorisme bagi generasi berikutnya.

Jika hal ini tidak segera dilakukan, akan semakin banyak anak-anak yang menjadi korban terorisme atau yang terpapar radikalisme. Apalagi, hampir rata-rata pelaku tindak pidana terorisme dilakukan oleh kaum muda. Beberapa diantaranya ada juga yang masih dibawah umur. Tentu fakta ini membuat kita sangat miris. Anak-anak yang seharusnya bisa merasakan keceriaan, bisa bermain dengan teman-temannya, justru disusupi paham radikalisme yang mengedepankan kebencian.  Karena itulah mari kita terus tingkatkan kewaspadaan terhadap radikalisme ini. Mari menciptakan kenyamanan dalam keluarga, agar anak tidak mencari pelarian di luar rumah. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun