Mohon tunggu...
Budi Haryadi
Budi Haryadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2014, di Ujung Jalan Golput

23 Desember 2013   08:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:35 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 terancam banyak yang Golput. Meskipun Pesta demokrasi di negeri ini sudah di sosialisasikan oleh pihak KPU (Komisi Pemilihan Umum). Namun nyatanya pihak yang tidak akan memberikan hak suaranya kemungkinan akan banyak.

KPU sebagai lembaga penanggung jawab dan penyelenggara Pemilu di Indonesia, harus bekerja keras untuk meyakinkan para calon pemilih untuk dapat berkontribusi dalam memberikan hak suaranya. Kemungkinan banyak yang akan Golput di tahun depan bukan tanpa alasan,  dengan melihat persiapan persiapan menjelang pesta demokrasi itu masih sangat jauh dari rencana. Serta banyaknya masalah internal maupun eksternal menjelang Pemilu ditengarai juga menjadi penyebab kemungkinan kacaunya Pemilu.

Pihak yang menjadi sasaran untuk dapat berkontribusi dalam Pemilu tersebut lebih dominan ditujukan pada warga yang berusia 17 sampai 25 tahun. Karena pada usia inilah pemilih yang cerdas, dimana pemilih akan tidak mudah di rayu rayu dengan uang oleh pihak Caleg (Calon Legislatif). Serta pada usia inilah diharapkan calon pemilih akan memilih pemimpin yang baik dan di percaya untuk membangun negeri ini.

Yang jadi permasalahan, banyak pula yang berfikir untuk tidak peduli dengan Pemilu yang akan di laksanakan di tahun depan ini. Pihak tersebut biasanya warga yang usianya sudah berada di 20 sampai 25 tahun, karena dengan banyaknya kekacauan DPT (Data Pemilih Tetap) yang sampai saat ini masih belum terselesaikan membuat para calon pemilih tidak percaya lagi dengan independensi KPU.  Serta membuat para calon pemilih meragukan kemampuan KPU untuk mengatur Pemilu.

Banyaknya pihak yang tidak tahu dengan para calon Dewan Perwakilan Rakyatnya (DPR) juga menjadi salah satu penyebab banyaknya pihak yang akan Golput. Inilah yang harus menjadi perhatian khusus KPU maupun Pemerintah. Pihak yang tidak tahu dengan para calegnya biasanya terjadi pada warga yang sudah berumur atau sudah tua.

Namun yang parahnya para caleg yang akan memperkenalkan diri ke warga mengambil cara yang curang, banyak caleg yang menggunakan kekayaannya untuk membeli calon pemilih. Tetapi banyak juga para calon yang jujur, memperkenalkan diri ke masyarakat dengan menggunakan cara yang bersih dan jujur. Tapi perlu diingat, bahwa sekarang belum saatnya kampanye.

KPU saat ini sepertinya masih berkutat pada penyelesaian kekacauan DPT di tiap daerah di Indonesia. Banyak data pemilih yang ganda, membuat pihak KPU harus menyelidiki masalah ini. Biaya besar yang keluar nampaknya tidak sebanding dengan hasil yang ada.

Semua peserta pemilihan umum, baik partai poitik maupun perseorangan, sedang menyiapkan segala kemampuannya untuk mengikuti perlombaan suara demokrasi ini. Semua kemampuan, baik fisik, psikologis, dan sumber daya financial dikerahkan dan dikeluarkan. Tujuannya hanya satu, yaitu ingin menjadi pemenang. Hanya saja, dalam perjalanan untuk mempersiapkan itu semua, partai politik tidak akan mudah dalam memperoleh sumber daya financial sebagai salah satu sumber dukungan yang fital. Apabila salah langkah, ancaman penjara menanti. Buktinya sudah banyak, banyak politisi yang terjerat kasus tindak pidana korupsi. Dan itu semua salah satu penyebabnya adalah adanya dugaan uang haram mengalir ke perseorangan atau ke partai politik.

Sebelum sebuah partai menggembar-gemborkan keikutsertaannya dalam pemilu tahun depan, seharusnya terlebih dahulu ada ketransparanan dalam pengelolaan keuangan partai. Itu semua bentuk tanggungjawab partai dalam keturutsertaannya dalam aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Karena memang beginilah seharusnya sebuah partai, terutama pengelolaan keuangannya. Apabila ada yang tidak mau menyampaikan pengelolaan keuangannya ke publik, partai tersebut  pada dasarnya tinggal menunggu kalah dan tidak akan dipilih di pesta demokrasi tahun depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun