Mohon tunggu...
Budhi Prasetyo
Budhi Prasetyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi IT Profesional

Budhi Prasetyo adalah Praktisi IT Profesional Sajana Komputer jurusan Sistem Informasi lulusan STMIK Budi Luhur Jakarta (Sekarang Universita Budi Luhur Jakarta) yang berkompeten di dalam bidang Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Layakkah Khairul Anas Dijadikan Saksi Ahli IT pada Sidang Bawaslu?

16 Mei 2019   16:27 Diperbarui: 18 Juni 2019   04:40 1598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena lengkap atau tidak lengkapnya sebuah sistem informasi itu harus ada pembandingnya, yaitu user requirement specification documentation yang dibuat oleh seorang System Anaylst pada saat proses analisa sistem. Lantas, atas dasar apa Khairul Anas bisa berpendapat SITUNG KPU itu tidak lengkap sementara sudah dapat saya pastikan Khairul Anas belum pernah membaca user requirement specification SITUNG KPU yang dibuat oleh seorang System Analyst dari fihak developer yang ditunjuk oleh KPU?

Orang yang berhak menyatakan lengkap atau tidak lengkapnya sebuah sistem informasi hanyalah seorang QA Officer pada tahapan QA pada saat pengembangan sistem informasi tersebut atau seorang Information System Auditor pada saat mengaudit sebuah sistem informasi, sedangkan Khairul Anas bukanlah seorang QA Officer dari fihak developer yang mengembangkan SITUNG KPU dan bukan pula serang IT Auditor yang mengaudit SITUNG KPU. 

Suatu fitur yang belum ada di dalam SITUNG KPU bukanlah perkara lengkap atau tidak lengkap, melainkan sesuatu yang belum ada dan bisa diusulkan yang nantinya bisa dijadikan spesifikasi tambahan pada user requirement specification documentaion yang dibual oleh System Anayst.

Dari jawaban "Kurang lengkap pak!" Khairul Anas yang sebenarnya dia maksud adalah belum adanya fitur yang dia inginkan pada SITUNG KPU, sesungguhnya sudah menunjukkan bahwa dia bukanlah seroang Ahli IT, karena fitur yang belum ada pada SITUNG KPU bukanlah perkara lengkap atau tidak lengkapnya SITUNG KPU. Dan perkara lengkap atau tidak lengkapnya fitur di dalam sistem informasi Vs belum adanya fitur yang bisa diusulkan adalah kedua hal yang berbeda di dalam ilmu rekayasa perangkat lunak, dan masing-masing berbeda dalam penangananya.

Mengenai jawaban Khairul Anas yang menyatakan "Itu pendapat, saya tidak mau memberikan ini" atas pertanyaan mengenai layak atau tidaknya informasi yang disajikan SITUNG KPU, sesungguhnya malah menyalahi wewenangnya, karena dia sudah dijadikan sebagai saksi ahli oleh pelapor dan sudah pula diberi wewenang untuk memberikan pendapatnya oleh Majelis Hakim, tetapi dia malah tidak mau menggunakan wewenangnya itu yaitu memberikan pendapatnya tentang SITUNG KPU.

Fakta ini semakin memperlihatkan bahwa Khairul Anas sesungguhnya bukanlah seorang Ahli IT, karena kalau benar dia seorang Ahli IT tentunya dia akan dengan mudah memberikan jawaban yang tegas "Layak!" atau "Tidak layak!" kepada penanya yang kemudian dia bisa menjelaskan alasan-alasannya dengan landasan akademis ilmu komputer dalam hal rekayasa perangkat lunak. Realitamya Khairul Anas bukanlah orang yang mempunyai kompetensi akademis Ilmu Komputer jurusan Sistem Informasi yang belajar ilmu rekayasa perangkat lunak, maka tidaklah mengherankan Khairul Anas tidak mampu menjawab dengan tegas pertanyaan mengenai layak atau tidak layaknya informasi yang disajikan SITUNG KPU itu.

Terlebih lagi jawaban Khairul Anas yang berbunyi "Kalau bahasa saya bukan tidak layak, tapi kurang lengkap", jawaban seperti ini sesungguhnya bukanlah sebuah jawaban melainkan sebuah usaha berkelit dari pertanyaan (baca: NGELES) dengan cara memaksakan persepsinya agar persepsinya itu bisa diterima oleh penanya yang kemudian dijadikan persepsi pula bagi penanya dari fihak pelapor.

Pada menit ke 1 jam lebih 12-an menit, salah satu hakim anggota meminta ketegasan Khairul Anas dengan pertanyaan "Apakah aplikasi SITUNG ini sudah masuk kategori yang baik atau belum?", Khairul Anas berfikir sejenak selama 7 detik, kemudian menjawab dengan jawaban "Hampir sempurna bu..., bla...bla...bla..". Dari begitu lamanya berfikir selama 7 detik itu sesungguhnya sudah memperlihatkan bahwa dia bukanlah seorang yang ahli dalam bidang IT, ditambah jawabannya yang demikian semakin menegaskan bahwa dia benar-benar bukan seorang ahli IT. Mengapa demikian? Karena jawaban "Hampir sempurna" itu tidak ada di dalam kategori kualitas perangkat lunak, yang ada adalah "Right or Wrong" (Benar atau Salah) atau "Good or Poor" (Baik atau Buruk) yang kesemua itu ditentukan dari faktor-faktor alat ukur untuk mengukur kualitas perangkat lunak yaitu Correctness, Reliability, Efficiency, Integrity, Usability, Maintainability, Testability, Flexibility, Portability, Reusability, dan Interoperability.

Pada menit ke 1 jam lebih 25-an menit, Khairul Anas menyarankan KPU agar KPU meminta fihak developer memberikan source (kode program) SITUNG KPU dengan alasan agar KPU mudah melakukan memodifikasi SITUNG KPU dengan source code yang diberikan oleh fihak developer kepada KPU. Bahkan Khairul Anas pun menyarankan kepada seluruh lembaga pemerintah agar meminta source code kepada fihak developer. Ini benar-benar saran yang konyol, bahkan boleh saya katakan saran yang ngawur. Dari sarannya seperti itu jelas menunjukkan bahwa Khairul Anas tidak faham tentang siklus hidup pengembangan sistem informasi yang lazim disebut System Development Life Cycle (SDLC) dan benar-benar tidak mengerti mekanisme maintenance dan version control sebuah proyek pengembangan sistem informasi.

Perlu pembaca ketahui bersama, bahwa source code itu adalah hak atas kekayaan intelektual milik setiap developer, baik secara perorangan maupun tim, sehingga tidak mungkin source code diberikan kepada user. Secara logis lagi, kalau pun source code sebuah sistem informasi diberikan kepada user, apakah user itu bisa mengerti bahasa program yang digunakan oleh developer sehingga user bisa melakukan modifikasi sistem informasi tersebut secara mudah? Tentu tidak mungkin kecuali user harus memangil fihak developer yang mengerti bahasa program dari source code tersebut.

Di dalam proyek pengembangan sistem informasi itu selalu terdapat dua termin pekerjaan yaitu Development dan Maintenance. Masing-masing termin dibatasi waktu dan biaya yang keduanya merupakan satu paket yang terikat dengan kontrak antara User vs Developer. Pada termin Development, pekerjaan yang dilakukan adalah melakukan Planning, System Analyzing, System Designing, Constructing (Programming), QA and Testing, Implementation (Installation), dan Operating. Termin development adalah termin dari belum adanya sistem informasi hingga adanya sistem informasi yang kemudian diluncurkan untuk dioperasikan. Sedangkan termin Maintenace adalah termin perawatan sebagai garansi terhadap sistem informasi yang sudah berhasil dikembangkan hingga bisa diluncurkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun