Mohon tunggu...
Budhi Kuswansusilo
Budhi Kuswansusilo Mohon Tunggu... -

Suarakan Hatimu dengan Tulisan!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Keadaan Kabut Asap Tak Menentu, Kami Butuh Hujan Ya Allah

3 Oktober 2015   09:33 Diperbarui: 3 Oktober 2015   10:12 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Keadaan di sekitar Bunderan Air Mancur kota Palembang yang terselimuti kabut asap"][/caption]

Keadaan kabut asap dua hari lalu, kemarin dan hari ini sungguh jauh berbeda. Kamis lalu, kabut asap itu sangat pekat, dan ini yang terpekat setelah kejadian hari kamis sebelumnya tanggal 24 September 2015 saat lebaran Idul Adha. Tapi, kondisi ini berubah cepat hari Jumat kemarin. Kabut asap tersibak oleh angin hingga tersisa tipis kabut asap yang menyelumuti kota Palembang. Itulah hari ketika kota pempek merasakan udara yang relatif segar. Seharian kemarin tak ada lagi bau asap yang biasa tercium sepanjang hari. Hari ini, waktu subuh ketika pintu rumah dibuka, sangat berharap udara lebih segar lagi. Harapan itu sirna ketika hidung ini mencium bau asap yang menyengat. Ternyata partikulat PM 10 angkanya tinggi lagi. Dini hari, angkanya sempat mencapai 700 dan pukul 8 pagi hari ini telah menurun di angka 400 (sumber: BMKG). Menurut klasifikasi dari SK Kabapedal no 107 tahun 1997, angka-angka ini menunjukkan kualitas udara yang terkategori berbahaya, karena angkanya di atas 300. Semoga siang nanti semakin menurun dan hilang pada hari-hari selanjutnya. 

[caption caption="Data partikulat PM 10 dari BMKG"]

[/caption]

Mengapa kabut ini belum juga hilang? Pertanyaan ini menggugah rasa ingin tahu hingga menuntunku menjelajah beberapa situs untuk mencoba memahami fenomena ini.

Ternyata aksi bakar-membakar ini bukan cuma terjadi di Sumatera dan Kalimantan saja. Melainkan sudah menjadi kebiasaan penduduk Indonesia (Peta hotspot dari situs IndoFire). Mungkinkah ini kebiasaan ketika jelang kemarau berakhir untuk segera melakukan land clearing lahan pada lahan pekarangan dan kebun penduduk, hingga lahan pekebunan dan hutan tanaman industri. Sejumlah informasi telah dikabarkan bahwa kebakaran lahan yang luas dibelakangnya melibatkan sejumlah perusahaan. Tapi saya tidak tertarik membahas siapa sesungguhnya yang ada dibalik semua ini. Saya lebih menganggap ini kesalahan kita sebagai manusia yang berbuat semaunya tanpa peduli dengan kepentingan sesama sehingga Allah Subhanahu Wata'ala memberikan musibah ini agar kita belajar. Tapi, kita tidak pernah menjadikan pengalaman tahun-tahun sebelumnya untuk menjadi pelajaran bersama dalam prosedur pengelolaan lahan di musim kemarau.

[caption caption="Sebaran hotspot di Indonesia"]

[/caption]

Kembali lagi kepada masalah kabut asap ini. Tidak menentunya kepekatan kabut asap lebih banyak dipengaruhi oleh pergerakan angin. Memang, apresiasi diberikan kepada kepada pemerintah atas upayanya melakukan pemadaman.titik-titik api di berbagai tempat. Tentara dikerahkan. Mobil pemadam disebar. Helikopter merau-raung sepanjang hari jatuhkan bom-bom air. Tapi ini belum cukup. Lahan-lahan yang terbakar di wilayah Sumatera dan Kalimantan, sebagian terbesar adalah lahan gambut. Kita semua tahu, pemadaman api di lahan gambut sangat sukar. Permukaan api dipukul-pukul dan disiram air, mungkin bisa mematikan api di permukaan. Tapi, tidak dibawahnya,karena api tetap membara. Lahan gambut yang memiliki kelembaban tinggi karena gambut mengikat air. Inilah yang sebabkan produksi asap yang tinggi. Maka hanya satu, kami butuh hujan. 

Membaca wacana tentang hujan. Kabarnya hujan kapan datangnya belum juga bisa ditentukan. Saat ini masih El Nino, musim panas yang berkepanjangan. Lalu berharap akan hujan buatan. Pakarnya bilang, bikin hujan buatan bukan mudah. Bukan sekedar menabur untuk menuai awan hujan, karena banyak faktor yang harus diperhitungkan. Masak sih kalau seluruh langit di wilayah lahan yang terbakar ditaburi garam, sama sekali tidak akan terjadi hujan. Akh,  ini hanya angan-anganku yang bodoh karena tidak memahami hal ini. Lalu kami harus bagaimana?

Hujan. Ya itu yang kami butuhkan sekarang. Kalau hujan buatan tidak diupayakan pemerintah. Biarlah kami meminta kepada Allahu Subhanahu Wata'aala, sang maha pemilik hujan.

Kami tahu bencana kabut asap ini  musibah. Kami tidak peduli apakah ini bencana nasional atau bukan. Tapi, bagi kami, kita semua bangsa ini bersalah. Bersalah karena menyepelekan hal ini. Bersalah karena pemerintah belum juga menata prosedur pengelolaan lahan yang "zero burning". Bersalah karena para pakar tidak mendorong terbentuknya regulasi. Bersalah karena kita semua tiada yang peduli memberi edukasi. Bersalah karena kita ikut melakukan pembakaran. Bersalah karena kita tidak mencegah aksi.pembakaran, dan masih banyak kesalahan yang kita semua punya andil atas musibah ini. Karena sebagai hamba yang beriman, mari kita akui kesalahan ini. Beristighfar, memohon ampunan kepada Yang Maha Pencipta. Semoga istighgar kita semua diberikan.pengampunan oleh Allah, kemudian berharap Allah berikan karunia dan nikmat berupa hujan kepada kita. Semoga!

"Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Niscaya Dia mengirimkan hujan yang lebat kepadamu, dan membanyakkan.harta dan.anak-anakmu, dan.mengadakan untukmu kebun-kebun, dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai" (Al Quran Surat Nuh 10-12).

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun