Judul : Kami Bukan Sarjana Kertas
Penulis : J.S. Khairen
Cetakan : Â 2019
Penerbit : PT. Bukune Kreatif Cipta
Alamat : Jl. Haji Montong No. 57 Ciganjur- Jagakarsa- Jakarta Selatan
Ukuran : 362 hlm
ISBN: 978-620-220-304-9
Tiap kita punya musuh besar
Ia hadir menakutkan dari kegelapan.
- Menyengat lebih panas dari Aldebaran
Lebih bahaya dari King Cobra
Yang melumpuhkan.
Lebih dingin dari pada Kutub Bumi yang membekukan.
Di mana musuh itu berada ?
Dalam jiwa kita sendiri.
Cara menakhlukanya ?
Engkau sendiri yang tau, kawan_. (J.s Khairen)
Novel ini dikemas dengan bahasa yang sederhana dan kekinian sehingga mudah di cerna kalangan milenial, khusunya yang lagi galau di dunianya. Anak muda memang harus galau untuk menyongsong ketidak pastian di depan. Dalam novel ini penulis lebih menonjolkan pesan pada milenial yang lagi studi di perguruan tinggi.Terkait tujuan dan perjuangan yang tidak jelasan apa yang diperjuangankan. Bahkan, ada yang sampai mengakhiri hidupnya namun gagal dan ia kena DO (drop out) dari kampus. Ketika saya membaca novel ini terasa sangat hidup, seolah saya masih studi Strata Satu dengan teman-teman seperjuangan yang kebanyakan nyasar dengan program studinya.
Berikut kisahnya,
Di kampus UDEL, terjebak tujuh mahasiswa yang hidup segan kuliah tak mau. Mereka terpaksa kuliah di kampus yang google saja gak tau.
Alasan mereka masuk kampus Udel Bermacam-macam. Ada yang otaknya tidak mampu masuk kampus negeri, ada yang secara finansial kurang, ada yang penting bisa kuliah aja. Hari pertama kuliah, mereka di ajar Ibu Lira Estrini-dosen konseling yang masih muda ini mengemparkan kelas dengan pizza dan Tikus madagaskarnya.
Anehnya, semangat mahasiswa buangan ini justru terbakar dan berani untuk bermimpi. Ibu Lira merupakan lulusan Rekayasa Genetik S3 dari Amerika, ia sangat pandai memberi semangat para mahasiswanya melalui serangakaian hewan yang aneh. Meskipun membakar semangat dengan anjing, kecoa, tikus, yang menjijikan. Justru dari hewan hewan itu mereka belajar banyak hal.
Novel kami bukan sarjana kertas bercerita seputar kerumitan studi di kampus Udel dengan dosen purbakala dan mafia yang tak mengenal teknologi, yang masih bangga berlama-lama meluluskan mahasiswanya.
Dosen Sugiono dan anteknya yang kelak akan melaporkan kampus Udel agar di cabut izinya.
Menurut meraka mahasiswa adalah ladang uang, sebab meraka bisa menjual buku dengan harga selangit, makalah yang tebal bisa di jual di tukang lowak untuk bayar kredit motor dan utang, uang pelicin untuk mahasiswa bimbingan akhir.
Aduh, problem di kampus ini sudah akut. ya ! beginilah nanti sedikit konflik di Udel. Belum lagi yang ada di keluarga, antara melanjutkan kuliah, menikah, atau bekerja.
Namun, kata Bu Lira kalian ini adalah mahasiswa bukan mahasisa, masak menghadapi tikus yang menjijikan tidak bisa? Dunia di luar justru lebih menjijikan dari pada tikus yang merebut Pizza kalian ini! mau jadi apa kelak lulus? Sarjana kertas? Merasa yang paling pintar dan hebat? Kalian ini Mahasiswa, bukan Mahasisa.
Banyak orang yang tidak kuliah tapi meraka sukses, kalian jangan bangga denga selelembar Ijazah, jaman sekarang sudah berbeda, tantangan yang kita hadapi sangat kompleks dan kalian harus bisa survive di manapun kalian berada.Â
Setiap orang punya masa sulitnya sendiri. Tapi, bagaimana kita melewatinya dan caranya bangkit setelah itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H