Mohon tunggu...
Sebastianus Anto
Sebastianus Anto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Seorang Buruh yang terkadang mencoba menuangkan kotoran kepala melalui coretan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia Hidup Bukan dari Roti Saja Melainkan Juga dengan Nalar yang Sehat

28 Juni 2024   18:15 Diperbarui: 28 Juni 2024   18:24 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman modern dengan begitu canggihnya teknologi yang menunjang kehidupan manusia, membuat kehidupan manusia bukan hanya lebih mudah namun juga serba cepat. Manusia dengan mudah dan cepat bisa melakukan apa saja untuk menunjang kehidupan sehari-hari. 

Dunia ada di genggaman, begitu kira-kira ungkapan yang sering didengar, betapa tidak dalam genggaman karena manusia dibelahan dunia yang satu mampu mengetahui kejadian dibelahan dunia lainnya hanya dalam waktu singkat. Informasi apa pun bisa diakses dalam genggaman.

Selain itu, manusia saat ini juga mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah dan cepat. Misalnya saja dari Jakarta ke Bandung saat ini mampu ditempuh kurang dari satu jam menggunakan kereta cepat. 

Teknologi juga mampu membuat jarak seolah tidak berarti dengan kemajuan teknologi komunikasi. Bukan hanya suara saja yang bisa dijangkau melainkan juga kita bisa melihat mereka yang terpisah jauh dengan video call, sehingga jarak yang jauh mampu "didekatkan".

Dengan segala kemajuan teknologi tersebut maka berbanding lurus dengan tuntutan yang dihadapi manusia untuk serba cepat dalam semua aspek. Mulai dari menempuh pendidikan yang harus cepat kalau bisa memakai kelas akselerasi sehingga usia 15 tahun sudah masuk jenjang pendidikan tinggi dan selesai hanya dalam waktu dibawah 4 tahun, waktu makan pun harus cepat bahkan sebisa mungkin saat makan juga mengerjakan kerjaan agar target perusahaan terpenuhi dan tidur pun harus cepat karena waktu kerja yang sudah panjang membuat waktu tidur menjadi singkat.

Pokoknya semua harus cepat. Kecepatan dan kemajuan teknologi tersebut akhirnya membangun pola pikir manusia yang berujung pada aspek material. Pendidikan harus cepat selesai---selain karena biaya sekolah yang semakin mahal---agar segera bisa mencari pekerjaan. 

Di pekerjaan manusia juga harus cepat menyelesaikan semua target perusahaan sehingga jam kerja yang over tak terelakan---bahkan tak jarang buruh/pekerja yang meninggal karena kelelahan---dan jika target perusahaan terpenuhi maka akan mendapat bonus serta pangkat bisa segera naik yang diharapkan diikuti dengan kenaikan upah. Kenaikan pangkat dalam pekerjaan membuat strata di kehidupan sosial biasanya juga akan berubah karena tolok ukur sosial saat ini didominasi dari aspek material tersebut.

Akibat dari hal tersebut maka waktu istirahat, berkumpul dengan keluarga, teman bahkan dengan diri sendiri menjadi cepat atau bisa dibilang singkat. Jika demikian kecepatan dari kemajuan teknologi justru menghilangkan hakikat kehidupan. Manusia akhirnya hanya mengejar "roti" saja tanpa melihat aspek lain kehidupan. 

Pendidikan tidak lagi dipandang agar mencerdaskan manusia namun dipandang sebagai sarana memenuhi kebutuhan pasar. Buku-buku yang best seller juga tak jauh dari tema mengenai kebutuhan pasar tenaga kerja sehingga buku-buku seperti filsafat, sejarah, seni dan semacamnya hanya sedikit yang tertarik. Buku-buku tersebut dipandang tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari karena dianggap tidak menunjang pada kebutuhan pasar tenaga kerja.

Akibatnya manusia modern menjadi manusia mekanik yang tak berbeda dengan robot. Mereka melakukan sesuatu hanya berdasarkan "program" sosial yang terbangun, sehingga nalar sehat yang kritis pun hilang. Bagaimana mungkin manusia yang memiliki nalar sehat menormalisasi kehidupan seperti hal tersebut? 

Menganggap normal pendidikan hanya untuk menunjang kebutuhan pasar tenaga kerja, menganggap normal kerja lebih dari 8 jam sebagai bukti loyalitas terhadap perusahaan---padahal untuk terciptanya 8 jam kerja bagi buruh/tenaga kerja banyak darah yang ditumpahkan, serta menganggap normal terjadinya ketimpangan---kaya dan miskin. Manusia saat ini apakah benar sebagai manusia atau hanya robot yang berbalut daging dan kulit?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun