"Dasar dangkalan, laki sialan, anjing burik" Darsinah memaki dengan nada tinggi "kau pikir menjadi suami itu hanya sebatas memberi makan dan mencelupkan kelamin? HAH?. Aduh Yanto sadar dong! Aku juga sama seperti perempuan lain, aku ingin merasakan kasih sayang, aku ingin dimanja. Harusnya kau bersyukur Yanto, sampai usia anak kita enam tahun, tak pernah sekali pun aku menuntut dibelikan pakaian atau perhiasan. Tapi sesekali kau sadar diri lah!. Setiap hari kau selalu pulang larut malam, membangunkanku yang sedang tidur, mengajakku bersetubuh lalu pergi lagi. Kau pikir aku pelacur?. Kau memang anjing Yanto. Andai saja dulu aku menolak perjodohan kita, mungkin aku tak akan mengalami sakit hati ini. Asal kau tahu Yanto, demi menikah denganmu aku harus rela meninggalkan pacarku yang begitu sangat pengertian. Yah meskipun dia cuma tukang serabi dan tidak banyak duit sepertimu, setidaknya dia bisa memberikan kasih sayang".
Yanto berbaring melamun sambil memikirkan kalimat sampah yang keluar dari mulut istrinya. Terngiang jelas di benak seolah baru saja terjadi. Padahal pertengkaran mereka sudah dua minggu berlalu.
Sejak pertengkaran itu Yanto memilih tinggal di hotel yang tak jauh dari tempat kerjanya, dia tak sudi untuk pulang barang sebentar saja.
"Darsinah keparat, dia pikir hanya dia yang tersakiti, hanya dia yang nelangsa menjalani pernikahan ini" guman Yanto dalam hati "kau tidak tahu Darsinah, aku juga merasakan hal yang sama karena perjodohan ini. Demi menikah denganmu aku harus meninggalkan kekasihku yang begitu aku sayangi, sosok yang selalu memberikanku kehangatan, bisa menenangkanku saat aku resah, bisa membuatku tertawa saat aku bersedih. Memang kunyuk kau Darsinah, dasar tolol, bukan hanya kau saja yang berkorban. Selama tujuh tahun pernikahan kita, aku selalu berusaha untuk mencintaimu meskipun hasilnya nihil. Asal kau tahu bangsat, Â aku memang sengaja pulang larut malam agar aku tak menghabiskan banyak waktu denganmu. Dan harus kau tahu juga, setiap kali kita bersetubuh, aku selalu membayangkan sedang melakukannya dengan mantan kekasihku. Tolol, jangan berpikir aku melakukannya karena aku suka. Oh iya, kau pikir aku bodoh? Aku tahu Jejen anak kita bukan anak kandungku, anak itu wujud air mani dari tukang serabi mantan pacarmu yang sudah mati menggelantung di jembatan. Kau pasti tidak menyangkakan aku tahu itu? Jika selama ini aku baik kepadanya itu tak lebih dari rasa kemanusianku saja. Tapi mohon maaf, setelah kata sampah yang kau ucapkan aku jadi ikut benci anak itu".
"kamu kenapa sayang? Ada masalah?"
Yanto tersadar oleh ucapan seorang disebelahnya. "tidak apa-apa kok"
"dari tadi aku perhatikan kamu melamun, sedang banyak pikiran ya? Cerita saja sayang! Aku disini selalu ada buat kamu".
Yanto tersenyum, dia lupa bahwa bukan hanya dia yang ada di ranjang itu. Yanto mengelus kepala seseorang yang ada disebelahnya, sesekali dia memberikan kecupan kecil di kening lalu berbisik "terima kasih sudah ada untukku".
"beruntung aku memiliki dia" kata Yanto yang kembali dalam lamunnya "jika saja setahun lalu aku tak  bertemu dia mungkin aku sudah mati karena kesepian dan berantakannya rumah tanggaku. Dia datang di waktu yang tepat, mengisi kekosongan yang sudah lama dibiarkan sepi. Aku berjanji tak akan pergi darimu, aku tak ingin kehilangan kekasih untuk kedua kalinya. Tak akan ku biarkan kejadian tujuh tahun lalu harus menimpamu juga".
Alarm berbunyi, menandakan Yanto harus kembali ke kantor. Dia bergegas beranjak dari ranjang, membasuh wajah lalu mengenakan kembali kemejanya.
"sudah tak usah kembali ke kantor sayang!'