Harapan besar, kenyataan kecil sama dengan kesedihan. Sudah dua minggu bukunya tak juga laku, hanya berkurang sepuluh eksemplar, itu pun ia bagikan secara gratis untuk kawan arsitek, editor, dan lainnya. Kosasih kecewa padahal ia sudah melakukan promosi besar-besaran bahkan ia juga sudah membuat pernyataan kotroversial di media sosial bahwa dia keturunan langsung pendiri Partai Komunis Indonesia, tapi sayang isu itu tak menjual sama sekali.Â
Kawan arsiteknya menyarankan untuk sabar dan lebih baik mencari pekerjaan lain selain sebagai penulis, Kosasih pasrah rendah gairah. Kawan editornya menyemangati dengan cara lain, ia bilang semua penulis besar di awali dengan penolakan tapi mereka tetap yakin dan terus berkarya, aku percaya kelak kau bisa menjadi penulis besar.
Kosasih mengambinghitamkan kegagalannya pada penerbit indie karena sengaja melamakan proses pengerjaan. Sehingga ketika bukunya terbit, berita-berita tentang Komunis sudah tidak lagi menjadi trending topik. Sudah usang, lapuk tergantikan dengan isu baru. Yaitu debat politik capres dan cawapres yang mendapatkan kisi-kisi seperti ujian sekolah seta hiruk pikuk ketololan drama pemilihan presiden dan wakil presiden. Ada keinginan besar dalam hati Kosasih untuk membuat cerita tentang tukang bubur ingin jadi presiden tapi untuk kali ini diurungkan niat tersebut sebab sekarang ia dalam masalah besar. "dicoret dari Kartu Keluarga karena menjual motor orang tua".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H