Mohon tunggu...
Kris Budi S. Halim
Kris Budi S. Halim Mohon Tunggu... -

ngakunya desainer dan fotografer

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tiket Kereta Api vs Pesawat

11 Desember 2015   12:13 Diperbarui: 11 Desember 2015   13:25 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini sebagai tanggapan dari artikel yang ditulis oleh Cuklanang berjudul Kalau Semua Serba Mahal, Apa Hebatnya Manajemen Kereta Api? Saya tulis berdasarkan apa yang pernah saya baca dan pengalaman bermain game transportasi gratisan OpenTTD.

Laporan Keuangan
Beberapa waktu lalu saya memakai metode ini juga untuk melihat apakah PLN tidak perlu investasi (utangan dari US) yang ditandatangai Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Saya pikir dengan melihat laporan keuangan maka pertimbangannya lebih adil dan masuk akal dibanding tulisan panjang menggebu-gebu untuk mencari kelemahan/menjatuhkan lawan (dalam hal ini pemerintah). Terbukti bahwa dalam kapasitas saat ini PLN tidak cukup uang bila semua dana yang dimiliki saat ini digunakan untuk swa-investasi pembangkit listrik, tanpa bantuan utangan LN. Jadi mari juga mulai dari laporan keuangan ini.

Antara KAI vs perusahaan pesawat misal LionAir/Garuda/AirAsia. Setahu saya AirAsia yang salah satu pemegang saham besarnya adalah MRC lewat PT Fersindo Nusaperkasa ini merugi miliaran padahal jika dilihat prestasinya bagus. Tiga puluh pesawat (minus 1) jarang telat (efisien), keterisian bangku tinggi, dan ini terjadi dalam situasi di mana harga minyak dunia rendah. Jangan-jangan mereka sengaja kasih harga promo dalam waktu yang sangat panjang ... ? Dananya disuntik tidak terbatas oleh pemodal?? Ada Perang harga antar operator seperti di dunia Telekomunikasi sekarang ini yang beberapa operator (sebut saja operator angka dan teman pintar) terus merugi tapi tidak pernah tutup karena modal dan utangannya cair terus?

Garuda pada semester I 2015 laba 400 miliar, AirAsia sampai akhir tahun 2014 rugi Rp 800 Miliar. LionAir data keuangan tertutup tidak bisa diakses, bahkan cenderung misterius menurut laporan Tempo karena bisa membeli Airbus senilai Rp 500 T, pembelian terbesar sepanjang sejarah Airbus. Lagi, sekalipun laporan keuangan ini hal yang bisa "disulap" melalui metode yang legal, setidaknya jejak-jejaknya masih bisa diraba, ditimbang, dan diperhitungkan. Bagaimana modal didapat, perbandingan total modal kerja (aset dan utang) dibanding penghasilannya, kalau modal tinggi, hasil kecil, tentunya tidak menguntungkan ... dan sejumlah rasio keuangan lainnya.

Lalu mari bandingkan tiket Garuda vs AirAsia vs LionAir vs tiket Kereta. Kelas tentunya juga harus dipadankan. Setidaknya kelas Tiket pesawat Ekonomi vs Kereta Bisnis AC baru match menurut saya dari sisi kenyamanan penumpang. Kursi di pesawat Ekonomi sangat sempit dan kurang manusiawi menurut saya. Lalu Mas Cuklanang juga lupa menghitung waktu dan biaya dari Bandara ke pusat kota. Di Jakarta jika menggunakan taksi biayanya bisa 200rb. Belum kena airport tax 50-100rb tergantung lokasi. Tambahkan waktu dan biayanya ke harga tiket. Di Bandara wajib datang 1 jam sebelum keberangkatan, kereta lebih bebas, dan umumnya Stasiun berada di pusat kota. Tentu karena lokasi di pusat kota tidak adil juga membandingkan biaya parkirnya, karena perhitungan bisnis dan nilai tanahnya berbeda.

Masih seputar keuangan, mengenai utang Rp 9T untuk membangun jalur ganda di pantura Jawa, saya pikir tidak adil jika menghitung jangka waktu hutangnya 10 tahun saja. Kurang lama. Karena ini investasi jangka panjang, lebih pantas dihitung 20-25 tahun. Pembandingnya sama rumah! Kredit rumah saja bisa diperpanjang hingga 15-20 tahun, tentu kredit infrastruktur jalur ganda lebih panjang dari itu. 

Saya setuju jika maksimal KAI untung 7 persen sebagai perusahaan monopoli yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ini persis seperti diskusi yang dilontarkan dosen keuangan saya di UGM tentang bagaimana menetapkan kewajaran laporan keuangan untuk perusahaan publik yang melakukan monopoli dan dilindungi undang-undang seperti KAI, PLN, PDAM. Angka 7 persen ini diambil dari tingkat suku bunga deposito sebagai patokan. Jadi setidaknya jumlah uang yang beredar di perusahaan itu menghasilkan jumlah yang sama dengan jika uang itu dibiarkan saja menganggur di bank.

Tentang kereta api dibuka untuk swasta, yang bisa memicu masalah adalah tentang biaya sewa jalur keretanya itu dan pengembangan jalur. Contoh di negara Inggris yang menganut sistem liberal untuk transportasi kereta, saat ini jadi masalah ketika mereka butuh eskpansi MRT yang ada karena jumlah penumpangnya sudah 3x lipat melampaui kapasitas daya tampungnya. Inggris berencana membuat kereta tingkat untuk mengatasi masalah ini. Opsi penambahan jalur MRT tidak memungkinkan karena perumahan/perkantoran/area komersial di kota-kota Inggris sangat padat dan sangat mahal. Jadi mereka berencana membuat kereta dengan roda yang pendek, lalu bagian atasnya dibuat tingkat.  Masalahnya karena perusahaan swasta ikut membangun jalur kereta juga, beberapa terowongan kereta yang dibangun swasta tidak cukup tinggi (agar biaya pembangunan terowongan juga minimal). Yang kedua jika menghendaki swasta mengoperasikan kereta, maka perlu dibatasi jumlahnya karena memang jalur kereta terbatas, dan menurut saya hanya bisa optimal jika ada sedikit perusahaan yang beroperasi agar semuanya bisa menikmati keuntungan.

Padu Moda
Saya setuju bahwa kereta api belum optimal, paling banter kargo yang sudah optimal adalah Semen dan Minyak Bumi dari Pertamina, masih bisa ditingkatkan dengan kargo lainnya. Masalah lain adalah kargo misal hasil bumi, belum ada kontainer yang aman untuk menampungnya dan jumlahnya tidak masif seperti minyak/semen itu, jadi masih perlu dipikirkan metodenya bagaimana supaya lebih tepat. Beras, Gula lebih memungkinkan dialihkan ke moda Kereta api. KAI butuh stasiun khusus kargo untuk menampung hal ini agar bongkar muat tidak mengganggu penumpang lain, dan jika ada alat-alat berat terlibat tentunya akan lebih cepat proses bongkar muat ini.

Menurut sebuah penelitian di Amerika yang saya baca belakangan ini tentang perlu tidaknya kereta cepat di Amerika yang adalah negara kontinental, kereta penumpang hanya akan dipilih oleh calon penumpang apabila lama perjalanannya di bawah 6 jam. Jadi untuk infrastruktur kereta saat ini di Jawa yang bisa dimaksimalkan adalah kereta jarak menengah, bukan jarak jauh Jakarta Surabaya kecuali jika dibangun kereta supercepat.

Tentunya akan sangat bagus jika ada pemadu moda transportasi kereta-pesawat-kapal-angkutan darat. Ini bisa jadi insentif calon penumpang menggunakan moda transportasi publik. PR KAI lainnya adalah membangun MRT LRT untuk kota-kota besar, akan cantik juga jika bisa memadukan jalur itu dengan jalur kereta/bandara/terminal yang ada.

Transportasi Indonesia
Saya menyambut baik pembangunan kereta api di luar Jawa oleh pemerintahan Jokowi karena Indonesia bukan hanya Jawa saja. Daerah lain perlu percepatan pembangunan, salah satunya melalui infrastruktur ini di luar Jawa. Bila mengingat film animasi Kereta Thomas, saya ingat saudara saya yang tinggal di NTB. Mereka punya anak yang suka sekali dengan film Thomas ini. Satu waktu, mereka sempat berkunjung ke Jogja dan anak itu bukan main girangnya bisa melihat kereta api sungguhan. Di situ saya merasa sedih. Pembangunan Indonesia selama ini hanya berfokus di Jawa, bahkan terus berlanjut setelah reformasi.

Melihat tantangan geografis di Indonesia, sebenarnya yang bisa jadi tulang punggung transportasi adalah kapal (untuk kargo) dan pesawat penumpang. Jadi ide Tol Laut merupakan ide yang bagus, meskipun saat ini belum optimal berjalan. Jika ada Tol Udara, wow akan makin baik. Dan belum lama saya baca juga pemerintah sedang menambah pelabuhan/bandara di beberapa lokasi di luar Jawa dan sedang meningkatkan kapasitas pelabuhan/bandara yang sudah ada saat ini. Saya pikir itu langkah yang patut diapresiasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun