Mohon tunggu...
MBudiawan
MBudiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indahnya Alam Papua

Spesialist dibidang Survey dan Perencanaan kehutanan. Sewaktu muda aktif sebagai seorang kartunis dan penulis di beberapa media di kota Bandung Pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, PT. ASTRA, PT. Sinar Mas Forestry, PT. Kiani Lestari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Blender Merah di Mulut Dion

18 Mei 2015   11:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:52 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pengap, Pak.  Biar udara bisa masuk, Ac nya rusak...” balas Dion kepada penumpangnya sambil terus menyetir.

“Banyak debu, Pak. Tutup saja, tapi jangan full biar angin ada yang masuk” kata karyawan baru dari belakang jok mobil.  Sementara temannya yang duduk didepan diam saja tidak berkomentar.

Dion tidak menggubrisnya, “Tenang saja, sebentar lagi sampai kok” Tangan Dion mengambil beberapa buah pinang kering dari dalam noken yang tidak pernah lepas dari dirinya. Sirih, kapur dan pinang sudah mulai dia kunyah menjadi satu.

Dion hanya senyum melihat tingkah sarjana yang baru lulus itu. Buat Dion debu sudah dianggap hal biasa, waktu masih jadi kernet biasanya duduk di bak belakang.

Sirih pinang yang dikunyah membuat pipi sebelah kirinya agak gembung,  kemudian mulain terdengar nyayian kecil keluar dari bibirnya. Dion membuka kaca jendela mobil sebelah kiri kanan makin lebar. Kedua karyawan baru yang dijemputnya telihat menutup hidung dengan baju yang di pakai. Angin memang masuk namun bercampur dengan debu pekat. Sebentar lagi kendaraan yang disopirinya akan melewati perkampungan, kampung dimana Dion dilahirkan dan dibesarkan.

Mobil pengangkut kayu yang ada didepan membuat debu kiat pekat saja.

“Pak, tutup saja....Debunya makin banyak. Bapak salip saja truk didepan itu” pinta penumpang yang duduk di belakang.

“Jalannya tidak bagus, resiko kalau kita ngebut, Pak.  Lagian sudah dekat ke kampung, banyak orang takut ketabrak. Masalah buat saya, bisa kena denda....” ujarnya sembari membetulkan letak kacamata hitam yang dipakai.  Dion sama sekali tidak ada keinginan untuk menyalip  truk tersebut.

Suara klakson memekakan telinga mengiringi  laju kendaraan yang amat pelan itu, klakson dibunyikan setiap setiap melihat orang dikampungnya. Seakan mau pamer, “Ini Dion sudah bawa mobil sendiri!”

Orang-orang sepanjang jalan tersenyum, sebagian malah ada yang mengangkat jempol. Sebuah kebanggan buat Dion, hanya dia putra daerah di kampung yang diberi kepercayaan untuk menyetir mobil oleh perusahaan. Dion memanggil setiap yang dikenalnya sambil sambil tertawa lebar, terkadang sambil  melambaikan tangan pada mereka.

Kampung sudah terlewati, dengan cuek ditutupnya jendela mobil. Terasa hembusan udara sejuk begitu Ac mobil dinyalakan.

“Lho, katanya  Ac mobil rusak, Pak?”

“Nggak tahu, tadi sih rusak tapi sekarang kok jadi bagus lagi. Sukur deh, kan kita nggak kepanasan lagi” ujarnya sambil tancap gas menyalip truk kayu.

Sebenarnya Dion sudah ancang-ancang dari semalam, kalau dia disuruh jemput karyawan baru di Bandara, nanti jika lewat depan kampung dan rumahnya, kaca mobil mau dibuka, biarin semua orang sekampung tahu, Dion sudah bukan kenek lagi, sudah bisa bawa mobil. Itu sebenarnya tujuan Dion membuka kaca.  Sebetulnya Ac mobil  baik-baik saja, toh karyawan baru itu tidak tahu.

Sesekali Dion membuka kaca jendela disamping kanannya untuk membuang air pinang dari mulut. “Crot...crot...!” Tersembur lah cairan warna merah dari mulut dion, sebagian mengenai body mobil yang mulai melaju dengan kencang.

Sore hari Dion dipanggil Manager Distrik “Dion, besok kamu jemput Kepala Dinas di Bandara. Jangan macam-macam, ya. Bawa mobil baik-baik, kaca mobil tidak usah dibuka lagi kalau jalan berdebu. Ac nya kan bagus” itu pesan pimpinan pada Dion,”Terus Blender merah di mulut itu jangan dibawa-bawa kalau bawa orang dari pusat, ya!”

Dion Cuma bisa menganggukan kepala, dia tahu apa yang dimaksud dengan blender merah itu. Berat memang kalau dirinya disuruh untuk berhenti makan sirih pinang, sama beratnya seperti orang pecandu rokok lalu disuruh berhenti begitu saja.

Namun yang yang jadi heran darimana tahu dia buka kaca jendela tadi. Pasti dari karyawan baru itu, ya? Berani benar dia mengadu, dorang belum tahu siapa saya. Dion mau bilang sama karyawan baru tadi,  saya anak kepala suku pemilik tanah ulayat yang dikelola perusahaan, jadi jangan suka ngadu-ngadu.

Malamnya, Dion berusaha mencari karyawan baru yang dijemputnya tadi, namun dirinya kaget begitu ditunjukan sama security,  orangnya tinggal di Mes VIP Manager.  Setelah ditelusuri, ternyata yang dibilang karyawan baru itu tidak semua, yang satu adalah anaknya yang punya perusahaan di Jakarta. Pantesan, informasi disuruh jemput satu orang karyawan baru, tapi kok yang naik mobilnya dua orang. Peleh.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun