Winy membuka lemari makanan, mau ngemil untuk menghilangkan rasa lapar setelah tiba di rumah.“Mana Tupperware ku semuanya?” itu yang ada didalam pikiran Winy. Setelah dilihat, semua tuperware didalam lemari tempat menyimpan kue dan makanan ringan tidak ada semua.
Yang dipikirkan bukan masalah kue dan isinya, tapi tupperwarenya. Barang yang dia beli dengan jalan menyicil serta arisan itu telah lenyap dari tempatnya. Uang buat nyicil dan arisan sih bukan masalah, dia kan punya penghasilan sendiri, bukan dari suaminya. Yang menjadi masalah, setiap dirinya mengumpulkan tuperware, selalu saja suaminya bilang buat apa beli barang-barang seperti itu, jarang dipakai juga. “Kita masih punya tempat kue yang lama, ngapain beli lagi” Itu yang susah....
“Dasar, memang perempuan itu paling hoby ngumpulin barang, padahal entah kapan-kapan dipakainya” itu komentar suaminya. Jadi selama ini, tidak pernah bilang dulu. Tidak akan diijinkan. Langsung beli saja, kalau sudah dibeli, suaminya tidak bisa ngapa-ngapain, paling cuma komentar menyindir dirinya.
Anak-anak sudah pada sekolah nampaknya, termasuk anak yang baru masuk TK. Rumah tampak sepi, kalau pagi Si mbok pun mengantar Dion ke sekolah.
“Apa dipindah sama Si mbok, ya?” pertanyaan itu muncul dalam hatinya, sekaligus harapan. Karena kalau ada yang mencuri, nggak mungkin. Lingkungan rumah terbilang aman, mau masuk perumahan cluster, setiap orang wajib lapor ke security didepan pintu gerang masuk. Lagian kalau ada pencurian pasti lingkungan di perumahan akan ramai, belum lagi di rumah kan ada suaminya.
Selama seminggu ini dirinya harus pergi meniggalkan keluarga, tugas keluar kota. Dia harus ikut perjalanan dinas. Sebenarnya malas, namun karena terikat dengan perusahaan tempatnya bekerja, terpaksa ikut juga.
Seisi rak makanan dibongkar, lemari es dibuka, dilemari dapurpun di obrak-abrik berulang kali. Tapi tidak ada, hasilnya nihil.
“Kemana-kamana....oh tupperware ku....?” pertanyaan penuh heran muncul dibenaknya. “Pasti ketemu, paling Si Mbok tahu. Si Mbok yang pindahin...tapi kemana?”
Winy yang tadinya punya keinginan untuk rebahan dan berselonjor di kamar setelah perjalanan jauh, sekarang malah tampak duduk di sofa sambil melamun.
“Si Mbok kok lama sekali pulangnya, kemana dulu dia?” jam ditangan hampir setiap waktu ditengoknya. Belum puas juga, dilihatnya jam yang tergantung di dinding. Rasanya jam begitu lama berdetak, itu yang dirasakan oleh Winy.
Televisi dinyalakan, kebetulan acara sinetron kesukaannya. Lumayan untuk mengalihkan pikiran, tidak terpokus terus kepada tupperware, pusing....Dia rebahkan tubuhnya sofa. Sambil tiduran dirinya mencoba menikmati acara tersebut sambil menunggu Si Mbok pulang.
“Prak...!” mendadak Winy melemparkan remote ke lantai, wajahnya tampak makin kusut bercampur kesal. Olala...ternyata di film yang dia tonton seorang pemain membuka lemari es, maka terpampanglah berjejer susunan tupperware warna-warni yang rapih didalamnya.....Bukan hiburan kalau seperti itu, malah membuat hatinya semakin dongkol.
Winy berlari kearah pintu begitu mendengar suara dan langkah kaki yang sangat dia kenal. Dia menyambut kedatangan si mbok dan anaknya yang paling kecil. Tidak seperti biasanya dia mau mebukakan pintu dan tidak seperti biasanya pula dia tidak menghiraukan anaknya, padahal hampir seminggu ini dia tidak bertemu dengan si bungsu. Ingatannya pasih tetap tertuju pad tuperware.
“Mbok..mbok...kemana tupperware saya?” cerocosnya.
Si mbok yang tampak masih kelelahan seperti kebingungan ditanya seperti itu.
“Ada tamu nggak selama saya pergi? Tupperware makanan pada tidak ada ditempatnya” tambah Winy sambil memegang tangannya si mbok.
“Tidak ada tamu, Non. Tuperware kan ada di rak dapur”jawab si mbok singkat.
“Bukan tupperware itu, yang dilemari makanan yang di ruang tamu?” Winy makin heran.
“Mamah...mamah...”suara Dion tidak dia gubris. Padahal biasanya setiap pulang kerja selalu langsung Winy gendong. Apalagi sekarang, dia baru dinas selama satu minggu.
“Nanti dulu, ya...”kata Winy sambil melirik Dion.
“Tempat kue-kue itu, mbok....yang dilemari makanan....semuanya hilang, apa Si mbok pindahkan?”
“Ndak tuh, Non. ...”kata Si mbok sambil masuk kedalam rumah.
“Mamah...mamah....!” Dion kembali berteriak-teriak, tampak sekali si kecil pengen di gendong. Baju Winy ditarik-tariknya.
“Ya...ya...” dengan matanya masih tertuju pada Si mbok, Dion diraihnya “ Jadi kemana atuh mbok?”
“Betul Non, mbok tidak tahu. Apalagi buat mindahin, tidak berani. Tapi kemarin-kemarin setahu saya masih ada didalam lemari. Malah Den Dion suka buka dan makan sendirian” ujar Si mbok sambil melirik pada Dion yang ada dipangkuan Winy.
“Dion, tahu dikemanakan tuperware yang disana?” tanya Winy sambil mencium pipi anaknya
Tidak ada respon dari Dion, malah makin kuat memeluknya. Rindu betul tampaknya Si bungsu pada dirinya. Tangan Winy memegang wajah Dion supaya berhadapan.
“Tahu nggak tempat kue yang disana dikemanakan? katanya Dion kemarin sudah bisa ambil sendiri...”
“Mamah, kuenya sudah habis semua..Dion makan..” ujar anak kecil itu sambil menunjukan jari kedalam mulutnya. “Tidak boleh jajan diluar sama Si Mbok”
“Tidak apa kalau habis, sih....” belaian tangan Winy dikepala Dion, dengan penuh harap anaknya akan menunjukan tempat dimana tuperware sekarang berada “Dikemanakan tempatnya?”
“Kata mamah kalau makanan sudah habis, sampahnya dibuang. Tempatnya sudah Dion buang....” katanya sambil tersenyum penuh kebanggaan, Dion sudah mengikuti pesan ibunya “Kata mamah kan, kalau bekas makanan itu jangan dibuang sembarangan...”
“Dibuang? Dibuang kemana? Kok dibuang?” Winy setengah kaget, dia duduk sambil memegang wajah Dion yang ada dipangkuannya.
“Sudah dibuang ke tong sampah....” ujar Dion lirih menunjuk keluar rumah, dirinya kaget melihat perubahan wajah sang ibu.
“Mbok...! Coba cari di tong sampah depan rumah, katanya dibuang ke tong sampah sama Dion” setengah berteriak, Winy meminta tolong Si mbok.
“Non, mobil sampah sudah angkut semua tadi pagi.....” Si mbok menjawab dengan suara datar.
Winy merasakan tubuhnya menjadi lemas tidak berdaya. Tidak ada tempat untuk mengadu. Paling kalau cerita dan mengadu sama suaminya, pasti tidak bakal ada tanggapan. Paling dia tertawa....Pedih...pedih....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H