Pada sampel meme pertama di atas, dapat terlihat sesosok rupa Jokowi sedang mengenakan pakaian adat Solo dalam rangka menghadiri festival Keraton dan Masyarakat Adat 2018. Dikaji dengan teori Triadik Sosiologi Desain, aspek manusianya adalah audiens dari meme politik di atas yang menyaksikan meme tersebut di sosial media internet, aspek benda desainnya adalah meme politik tersebut, dan aspek sistem nilainya adalah kebutuhan berkampanye oleh kelompok atau individu pada sosial media. Â Meme politik ini menjadi salah satu meme yang tersebar luas di salah satu situs internet yaitu tenor.com, situs yang menjadi platform berbagi gambar digital dengan format .GIF. Â Target sasaran meme ini tidak begitu jelas, berhubung meme ini diunggah bersamaan dengan meme-meme lainnya dan tersebar secara acak di situs tenor.com, serta kecepatan penyebarannya tergolong tinggi karena tenor.com merupakan situs yang cukup sering diakses oleh pengguna internet Indonesia.
Meme politik ini diunggah oleh Ahmad Ramli, yang dalam meme tersebut menunjukkan sosok Jokowi dalam pakaian raja dengan kedua teks "RAJA GENDERUWO" dan "SONTOLOYO". Efek yang ditimbulkan dari adanya meme politik ini terhadap pengguna internet yang mencermatinya adalah timbulnya pemahaman dalam benak audiens bahwa Jokowi adalah seseorang yang dianggap berparas seperti Raja Genderuwo dan bersifat Sontoloyo. Menariknya dari meme politik ini adalah antara unsur visual dengan verbal tidak memiliki kesinambungan dari latar belakangnya masing-masing. Unsur verbal "RAJA GENDERUWO" memiliki makna konotasi sesosok raja dari para jin besar yaitu genderuwo dan makna denotasi yaitu raja yang bersifat besar, bengis dan jahat bagai genderuwo, sementara "SONTOLOYO" memiliki makna konotasi orang yang bodoh dan dungu dan makna denotasinya adalah seorang penggembala itik. Hal tersebut tidak ada korelasinya dengan unsur visualnya yang menunjukkan Jokowi yang menggunakan pakaian bak raja hanya untuk mengikuti festival adat tertentu. Belum lagi kedua unsur verbal tersebut menciptakan persepsi bahwa Jokowi adalah seorang raja yang buruk dan bodoh terhadap audiens, meskipun bila ditelisik akan ditemukan bahwa awalnya kedua istilah tersebut dilontarkan Jokowi pada saat menghadiri pembagian 5000 sertifikat tanah di Lapangan Sepakbola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa (22/10/2018) yang merujuk kepada cara-cara politik yang tidak beretika, yang tidak bertata krama Indonesia seperti memfitnah dan mengadu domba hanya untuk memperebutkan kekuasaan, sebagai bentuk kejengkelan atas komentar-komentar tidak berdasar dari beberapa oknum masyarakat yang menyebutkan Jokowi sebagai salah satu anggota PKI dan sebagainya.
- Sampel meme kedua
Sampel meme kedua, diunggah di Facebook oleh pengguna sosial media bernama Nenk Dewi Fortunna pada tanggal 11 November 2018. Sampel meme kedua menunjukkan sosok Jokowi bersama Surya Paloh saat acara Harlah PKB ke-16 di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2014). Seperti halnya sampel meme sebelumnya, sampel meme kedua ini memiliki aspek-aspek triadik sosiologi yang sama dengan sampel meme sebelumnya. Meme ini memiliki unsur visual dan verbal. Unsur verbalnya diwakili dengan teks "Apakah ini yg dimaksud pak Jokowi "Sontoloyo dan Genderuwo".Â
Sontoloyo dan Genderuwo!" sementara unsur visualnya diwakili oleh foto Jokowi dan Surya Paloh tersebut. Berbeda dengan meme sebelumnya, meme politik ini disebarluaskan melalui media sosial Facebook, yang mana memiliki pengguna akun dari Indonesia sebesar 6% dari total keseluruhan pengguna Facebook global (Rizky Chandra Septania, Kompas: 2018) sehingga sasaran meme politik ini dapat terbilang luas.Â
Makna konotasi dari unsur verbal meme ini menunjukkan bahwa kedua sosok pada foto meme tersebut memiliki sifat sebagai seorang yang dungu dan seorang yang bengis.Â
Meme ini memberikan dampak perseptif terhadap audiensnya di media sosial, yaitu timbulnya pemahaman bahwa kedua sosok itu merupakan sosok yang berparas dan bersifat buruk sehingga audiens terpersuasikan untuk menatap ke bawah kedua sosok tersebut. Sekali lagi terdapat adanya ketidakterkaitan antara konotasi unsur visual dan verbal dalam meme politik ini, yang mana membuatnya dapat tergolong sebagai kampanye hitam.
- Sampel meme ketiga
Sampel meme ketiga menunjukkan paras Fadli Zon dengan watermark Liputan 6 terlihat di pojok kiri bawah meme tersebut, menunjukkan foto berasal dari dokumentasi Liputan 6. Meme politik ini juga memiliki aspek triadik sosiologi yang sama dengan kedua sampel lainnya. Meme ini memiliki unsur verbal dan visual; unsur visualnya adalah foto Fadli Zon dan unsur verbalnya adalah teks "Mereka Fitnah Jokowi Adalah PKI, Kafir, Antek Aseng/Asing.Â
Dengan Satu Kata Saja Sontoloyo Mereka Kelojotan". Meme ini diunggah di Instagram yang menjadi salah satu media sosial dengan pengguna terbanyak di dunia, dengan 57 juta pengguna dari Indonesia (WeAreSocial.net: 2018), menjadikan Instagram sebagai target penyebaran meme yang luas dan efektif. Makna konotasi dari unsur verbal meme tersebut, merujuk kepada sekelompok orang-orang yang memfitnah Jokowi berkali-kali yang lebih mudah terpengaruh emosinya oleh satu pernyataan dari Jokowi saja.Â