"Tidak selalu, tergantung jenis cairan yang keluar," jawabku. "Kalau air kencing, Kakang tahu cara mensucikannya?" tanyaku. Singkat dia menjawab, "Wudhu." Aku mengangguk, "Iya, benar."
"Sebenarnya, selain air kencing, cairan yang keluar dari penis itu ada 3 jenis, yaitu air mani atau sperma, madzi, dan wadi, yang harus disucikan dengan mandi wajib itu, hanya air mani, lainnya cukup dengan berwudhu seperti kencing," ucapku menjelaskan. Dia diam tak berkomentar. "Selain disucikan, tentu juga semua cairan itu harus dibersihkan, dibasuh dengan air yang terkena cairan itu," lanjutku menjelaskan.
"Kakang sudah tahu kan sperma itu apa?" tanyaku. Dia diam, lalu perlahan menjawab, "Sel cikal bakal janin jika bertemu dengan sel telur," jawabnya sambil matanya menatapku dengan sorot bertanya untuk memastikan. "Iya, jika sperma bertemu sel telur, bisa jadi janin dalam rahim perempuan," jawabku.
Pengetahuan Narendra tentang organ reproduksi telah didapatkan sewaktu dia TK (umur 5 atau 6 tahun), waktu itu kami (aku dan istri) membelikan buku bergambar pengenalan anatomi manusia untuk anak, maksudnya sih biar dia tertarik dengan dunia kedokteran, tapi sepertinya misi tersebut belum berhasil, karena saat ini dia lebih tertarik dengan fisika dan pemrograman. Pertanyaan yang tertunda jawabannya saat itu adalah "Bagaimana caranya sel sperma Rama bisa bertemu dengan sel telur Ibu?" Tapi sepertinya dia sudah lupa dengan pertanyaan itu, padahal kami (aku khususnya) masih belum mampu jawab kayaknya.
"Ciri sperma itu seperti yang Rama bilang tadi, warnanya putih, kental, baunya kayak bayclin, keluarnya muncrat, biasanya pas keluar rasanya enak banget," kataku. Narendra memperhatikan, raut mukanya campur aduk, merona malu plus ada bingung juga sepertinya.
"Kalau madzi, tidak berwarna, bening, tidak berbau khusus, teksturnya lengket-lengket gitu, biasanya keluarnya meleleh, mendahului sperma, karena berfungsi sebagai pelumas agar sperma bisa keluar lancar dan gak rusak," ocehku sedikit ngawur.
"Kalau wadi, mirip sperma, cuma lebih keruh, gak ada bau khas, biasanya keluar setelah kencing," tambahku. Narendra hanya memperhatikan tanpa berkomentar apapun.
"Jadi, Kakang tahu kan kapan saatnya harus bersuci dengan mandi wajib, dan kapan saatnya cukup dengan berwudhu?" tanyaku memastikan. Tapi dia diam saja, tak mengiyakan ataupun menolaknya, mungkin kepalanya masih memproses informasi yang dijejalkan bertubi-tubi.
"Itu konsekuensi akil baligh menurut pandangan keagamaan, terkait dengan bersuci, dan tanggung jawab atas setiap tindakan," kataku lebih lanjut.
"Dalam konteks umum dan kesehatan, konsekuensinya adalah harus lebih menjaga kebersihan diri, karena kalau gak dijaga, sekurangnya bisa bau keringat kata Bu Menah mah," uraiku panjang lebar. "Selain itu, harus menjaga farji (kemaluan) atau aurat, makanya kalau mandi, jangan telanjang dari luar, buka-buka bajunya di kamar mandi saja," lanjutku. "Aku juga di dalam rumah kok," jawab Narendra. "Di rumah juga kan ada yang bukan mahram, jadi harus di kamar mandi," kataku lagi.
"Ingat hal-hal yang gak boleh disentuh (orang lain), bibir, dada, perut, dan yang ditutup oleh kancut, yaitu kemaluan dan pantat, itu daerah pribadi namanya," ucapku melanjutkan. "Kita gak boleh sentuh punya orang lain, demikian sebaliknya," kataku menegaskan.