Keempat, pembuat konten negatif yang sudah sangat sulit untuk diajak bekerjasama maka perlu dikirim ke pondok pesantren, biara, vihara, atau tempat untuk menempa kepribadian yang ketat. Mereka disuruh mengabdi di sana dalam jangka waktu tertentu dan diawasi dengan ketat.Â
Di sana dia tidak hanya disuruh belajar materi agama akan tetapi disuruh mengabdi untuk berjalannya peribadatan dan pendidikan di sana. Sampai kapan? Sampai guru ruhani (mursyid jika dalam agama Islam) mengijinkan ia kembali untuk turun gunung.
Kelima, Membuat situs pusat tabayun (tabayun center). Situs ini digunakan khusus untuk siaran pers bagi mereka yang menjadi objek utama dari serangan konten kebencian.Â
Situs ini memiliki tim yang secara aktif mencari konten negatif kemudian jika menemukannya langsung menjadi mediator tabayun kepada orang atau kelompok yang bersangkutan. Hasil dari tabayun kemudian diterbitkan di situs dan disebarkan melalui jaringan yang dimiliki.
Demikianlah hasil angan-anganku jika menjadi Menag. Jujur saja saat menulis ini aku juga membayangkan betapa ramainya kontroversi yang terjadi akibat aku menyampaikan kelima hal tersebut kepada publik saat menjadi Menag. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H