Menanti saat berbuka adalah saat-saat yang menyenangkan bagi orang yang berpuasa. Hal ini pun juga ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya yang menjelaskan tentang kebahagiaan yang didapat oleh orang yang berpuasa.
ل الصائم فرحتان: فرحة عند إفطاره و فرة عند لقاء ربه
"Bagi orang yang berpuasa itu mendapatkan dua kebahagiaan, pertama ketika berbuka, kedua ketika bertemu Tuhannya"
(Hadist Riwayat Imam Muslim)
Dalam mempersiapkan berbuka puasa pun orang-orang rela meluang waktunya (dan juga rejekinya, tentunya) untuk membeli makanan atau minuman yang akan digunakan untuk berbuka puasa. Selain aneka macam kue yang mayoritas rasa manis, buah-buahan adalah salah satu primadona tersendiri bagi kita. Buah-buahan, selain karena alami, juga sangat berguna bagi tubuh kita setelah seharian tidak mendapatkan asupan makanan. Kandungan nilai gizi yang ada dalam buah dan mudahnya proses pencernaan buah di dalam tubuh, adalah beberapa faktor yang melandasi kita memutuskan untuk membeli buah-buahan.
Di bulan Ramadhan ini, kios buah dipastikan selalu ramai dipenuhi oleh beraneka ragam buah. Kemarin sore saya menyempatkan mampir ke kios buah bermaksud untuk membeli pepaya dan pisang ambon. Kata istri, pepaya itu bagus untuk pencernaan sehingga dapat membantu memperlancar metabolisme tubuh kita, sedangkan pisang itu mempunyai efek cepat mengenyangkan tapi tidak bertahan lama sehingga bagus juga untuk berbuka puasa (pas buka puasa jadi cepat mendapat nutrisi, tapi saat mau shalat tarawih gk kekenyangan, begitu mungkin maksud istri saya, hehee). Begitu masuk ke kios buah, beraneka macam buah terhampar ranum dan terlihat segar menghiasi lapak (penontooon, sori ye, ane gk ngiler).
Dari sekian banyak ragam buah-buahan tersebut, saya jadi tergelitik mengamati jenis-jenis buah yang ada. Durian montong Thailand, jeruk sunkist Amerika, apel Fuji, kiwi New Zealand, pear Korea, dll.
"Loh, koq banyak istilah-istilah luar negeri ya? Koq buah-buah lokal seperti tenggelam oleh buah impor ya?", kata saya dalam hati. Apa memang buah-buahan lokal tidak mampu "diterima" oleh pasar, sehingga buah-buahan impor banyak menghiasi di beberapa sudut kios buah. Padahal di negeri kita sendiri sebenarnya banyak sekali buah-buahan yang berkualitas seperti jeruk Pontianak, apel Malang, mangga Indramayu, duku Palembang, kelengkeng Bandungan, salak Bali, pisang ambon, dll. Apa mungkin di era pasar bebas dan keterbukaan informasi seperti sekarang ini yang menyebabkan keadaan ini. Promosi yang dilakukan oleh "barang impor" ini ternyata sangat efektif menguasai selera pasar, sedangkan buah-buahan lokal kebanyakan hanya mengandalkan promosi "dari mulut ke mulut".
Sebenarnya di era pasar bebas, pemerintah hendaknya juga dapat turut membantu pengusaha lokal agar produk kita mampu bersaing dengan produk global. Dinas terkait misalnya Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata (atau apalah, ane gk paham birokrasi) sebenarnya pun diharapkan mampu mempromosikan kekuatan produk lokal kita agar bisa menjadi lebih maju dengan menumbuhkan animo positif terhadap produk lokal di pasaran, baik dengan cara penyediaan bibit unggul berkualitas, hibridasi, memperbaiki peran koperasi, promosi media, dll.
Semoga buah-buahan lokal kita bisa menjadi "TUAN RUMAH DI NEGERI SENDIRI"
Selamat menjalankan ibadah puasa :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H