Apa yang ada di dalam pemikiran masyarakat pecinta sepakbola nasional pasca dipecatnya pelatih timnas, Alfred Riedl ? Tentu saja hal ini banyak mengundang pro-kontra di benak insan sepak bola, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masyarakat pun bertanya-tanya dan saling memberikan suara masing-masing mengenai pemecatan Alfred Riedl ini.
Pro Alfred Riedl
Penunjukan pelatih baru, yakni Wim Rijsbergen sebagai pelatih sementara untuk menangani 2 pertandingan yang akan dijalani oleh timnas sepakbola kita, terasa sangat 'mepet' dan dikhawatirkan akan merusak standart permainan yang selama ini dipelajari bersama pelatih Alfred Riedl. Dengan waktu yang singkat, timnas harus menjalani laga tandang melawan Turkmenistan pada 20 Juli nanti. Tentu saja dengan persiapan kurang lebih seminggu ini akan terus berkutat dengan adaptasi pola latihan yang baru, tim yang mungkin mengalami perubahan, gaya dan corak permainan yang berbeda, bahkan yang lebih rawan adalah pola komunikasi dengan pelatih baru yang pastinya akan berbeda dengan Alfred Riedl yang telah berbulan-bulan menangani timnas sepakbola kita. Tentu saja kendala-kendala diatas bisa diatasi, tapi apakah ada jaminan bahwa hal ini akan segera mendapatkan solusi secara cepat dan tepat untuk mengatasi kendala diatas ? Meski sang pelatih baru Wim Rijsbergen sudah tidak asing lagi dengan persepakbolaan Indonesia karena kini menangani tim PSM Makassar, tapi setidaknya kekhawatiran akan kendala-kendala seperti diatas dimungkinkan muncul karena ketidaksiapan dan ketidaksigapan baik pelatih, staf pelatih, maupun Badan Tim Nasional.
Pro Johar Arifin
Pemecatan Alfred Riedl ini sudah cukup dianggap tepat, karena permasalahan utama adalah mengenai ketidakjelasan kontraknya. Hasil penelusuran yang dikomandoi oleh Johar Arifin telah menemukan bahwa selama ini kontrak Alfred Riedl dibuat dengan Nirwan Bakrie, bukan dengan PSSI. Meski Nirwan Bakrie yang saat itu adalah waketum PSSI, tapi mengenai hal-hal legal seperti kontrak pelatih timnas adalah wewenang PSSI untuk mengaturnya. Dengan bahasa kasar "buruh harus patuh pada bos", maka terjawablah sudah mengapa Alfred Riedl enggan menggunakan pemain berkualitas dari LPI seperti Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, Andik Firmansyah, dll dengan berbagai pertimbangan. Dikhawatirkan kontrak pribadi antara Nirwan Bakrie dengan Alfred Riedl ini menjadi masalah yang lebih besar di kemudian hari, belum lagi komentar yang mengarah kepada motif politis mengenai kontrak ini. Komentar-komentar yang mendukung keputusan ini rata-rata juga menginginkan bahwa siapapun yang mempunyai kemampuan untuk membela merah-putih, hendaknya diberikan hak yang sama tanpa membeda-bedakan darimana dia berasal.
(mengingatkan akan Bima Sakti yang sepulang dari tim Primavera di Italia tidak mempunyai klub tapi diperkenankan membela merah-putih)
Perkembangan yang ada
Pelatih Alfred Riedl pun menyatakan kesediaannya bila suatu saat dikemudian hari dipanggil untuk menangani timnas sepakbola kita. Hal ini tentu saja melegakan kita karena seperti yang kita ketahui bahwa Alfred Riedl bisa dibilang cukup berhasil menangani timnas sepakbola kita. Dengan gaya disiplin yang keras, kemampuannya meracik strategi, dan kepiawaiannya menentukan pola latihan, Alfred telah banyak menuai simpati para penggila sepakbola kita. Namun sepertinya dapat pula kita maklumi bahwa Riedl juga harus belajar mempelajari pemain berkarakter 'bengal' (bukan mbak Sibeng loh ya) macam Titus Bonai maupun Oktovianus Maniani, karena ternyata di tangan pelatih seperti Jacksen F Tiago, pemain ini bisa diandalkan untuk memberi nilai lebih kepada tim.
Diluar konteks, pernyataan beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa Badan Tim Nasional tidak mempunyai dana untuk melakukan lawatan ke Turkmenistan, juga harus mendapat perhatian (beruntung, sekarang kepastian keberangkatan itu sudah jelas). Kepengurusan lama juga harus segera memberikan Laporan Pertanggung-Jawaban (LPJ) agar apa yang terjadi di periode sebelumnya benar-benar transparan, jangan sampai ada nada-nada miring seperti kesuksesan PSSI menggelar Piala AFF 2010 lalu dan mendapatkan 'fulus' yang 'wah' ternyata disalahgunakan untuk jalan-jalan ke luar negeri sebelum Kongres PSSI di Pekanbaru tempo hari, maupun ternyata dana keuntungan dari turnamen tersebut menguap entah kemana.
Akhir kata, semoga saja ketua umum PSSI yang sekarang benar-benar mengabdikan kredibilitasnya demi kemajuan sepakbola nasional dengan cara-cara yang benar dan sesuai koridor yang berlaku.
BRAVO REVOLUSI PSSI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H