Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Salut Untuk Pelayanan BNI

22 Juni 2011   15:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 4256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_118230" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS)"][/caption] Meski tidak memiliki rekening atas nama sendiri, tapi saya sering pergi ke bank-bank untuk keperluan transfer. Sudah jadi rahasia umum bila transfer antar bank selalu dikenakan biaya administrasi, karena memang begitulah namanya juga beda bank. Untuk menyiasati hal tersebut, banyak orang selalu memilih bank yang bersangkutan sesuai dengan bank yang menjadi tujuan transfer, tak terkecuali dengan saya. Meski harus berpindah-pindah bank (bila tujuan transfer banyak), tetap harus dilakukan demi sebuah penghematan. Memang, bila dihitung dari segi efisiensi dan waktu, keputusan seperti ini tidak layak dilakukan. Namun, bila dilihat dari segi frekuensi seringnya transfer dan banyaknya jumlah tujuan, tentu saja hal tersebut layak untuk dipertimbangkan. Sering mondar mandir dari bank satu ke bank yang lain, untuk pertama kalinya dalam kurun empat tahun terakhir, saya siang tadi ke BNI untuk keperluan transfer tunai. Sebelum menuju BNI, pikiran saya pun melayang mencoba mengingat-ingat tentang BNI di masa empat tahun yang lalu. Saya pun teringat, bahwa kebanyakan cabang BNI (atau mungkin malah semua cabang) menyediakan tempat duduk untuk menunggu giliran. "Semoga saja memang semua cabang BNI menyediakan tempat duduk untuk menunggu antrian", harap saya sebelum berangkat menuju BNI. Hal yang sangat saya harapkan karena mempertimbangkan capeknya tubuh saya yang seharian panas-panasan di jalanan, jadi bisa 'ngadem' sembari duduk 'ngompasiana' saat menunggu giliran. Ketika memasuki BNI, satpam menyapa ramah kepada saya yang menggunakan celana jins sobek-sobek dan t-shirt, kemudian menanyakan keperluan saya (tenang pak, meski rock 'n roll tapi saya gk akan naruh bom dimari, hehee). "Oh mau transfer, silahkan mengambil dulu nomor antrian di sebelah sana mas" kata mas satpam masih dengan kesopanan gaya bahasanya. Saya pun segera menghampiri sebuah kotak yang ditunjuk oleh mas satpam tadi, "Hmmz, ternyata sudah berubah. Nomor antrian pun kini berubah menjadi digital print-out, dari yang sebelumnya menggunakan sebuah kartu nomor antrian berbahan fiber/aklirik". Saya lantas menuju ke tempat pengambilan slip, dan segera mencari slip setoran. Melihat saya yang terlihat bingung dan lama memilah-milih di depan tumpukan slip, mas satpam yang tadi mendatangi saya dan menanyakan satu hal: "Mau transfer tunai kan mas ?" tanya mas satpam kepada saya. "Iya nich mas, slipnya yang mana ya ?" tanya saya kepada satpam. Wah termasuk gaptek juga nich saya, nyari slip aja gk ketemu. "Oh sekarang kalau mau transfer tunai bisa langsung di teller mas. Nanti mas tinggal bilang nama bank yang dituju, nama mas, nomor rekening yang dituju, dan nama orang pemegang rekening yang dituju" pelan-pelan mas satpam tadi menjelaskan kepada saya. "Oh gitu ya, makasih mas" "Sama-sama" Saya pun segera menuju sofa untuk duduk menunggu giliran. Dapat nomor 135, dengan 2 teller aktif, kini baru melayani nomor antrian 124. "Ahh masih ada waktu agak lama, ngompasiana dulu sebentar ahh". Dari sekian banyak posting terbaru maupun posting yang berada di dashboard saya, ternyata banyak yang mengangkat topik mengenai iklan yang "dirasa" mengganggu keindahan artikel. Bukan hanya artikel-artikel terbaru, artikel lama pun tak luput dari sosok gadis yang berambut hitam panjang. Meski saya tak dapat melihat secara langsung wanita berambut hitam panjang tersebut, tapi dari deskripsi rekan-rekan Kompasianer, saya dapat menyimpulkan sekilas mengenai permasalahan yang ada. Beberapa kali komunikasi dengan sesama Kompasianer di kolom komentar, akhirnya tiba giliran nomor antrian 135 dipanggil melalui pengeras suara yang mengingatkan saya seperti di Samsat atau di kantor kas PLN (ceileh, jangan-jangan anda calo ya mas Bup). Setelah mendatangi mbak teller dan menjawab semua pertanyaan mengenai proses transfer, saya pun mengeluarkan uang sebesar Rp 24.500, untuk ditransfer kepada seseorang guna melunasi ongkos kirim terhadap barang yang kemarin saya pesan. 2 lembar @5000 (1 lecek, 1 mendingan) 1 lembar uang 2000 (keadaan lecek) 8 lembar uang @1000 (lecek semuanya) 9 keping uang @500 Dengan keadaan pecahan uang seperti itu, dapat saya lihat mbak teller agak tersenyum-senyum kecil. Tak mengherankan saya melihatnya, sedangkan saya sendiri malah tertawa dalam hati karena memutuskan menggunakan pecahan tersebut. (hehee, usil ya saya) Setelah semuanya selesai, mbak teller pun memberikan print-out kuitansi untuk saya tanda tangani. Selesai membubuhkan tanda tangan, salinan kuitansi tersebut diberikan kepada saya. Mbak teller menanyakan apakah ada yang bisa dibantu lagi, karena hanya satu tujuan transfer, saya pun memutuskan untuk pulang. Dengan pelayanan dan fasilitas seperti ini, maka dalam catatan ini saya tak sungkan untuk mengatakan "SALUT" atas pelayanan BNI. Semoga yang seperti ini bisa dicontoh oleh bank-bank lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun