Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tips: Artikel yang Tidak Dibaca Admin

8 Juni 2011   09:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:44 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

"Menulislah ide segar yang terlintas di pikiran anda, jangan terbebani dengan 'jikalau', 'andaikata', 'misalkan', 'seandainya', atau apapun itu mengenai tulisan anda"

Kalimat yang mirip seperti kutipan diatas mungkin seringkali kita temukan, baik dari teman maupun membaca dari media ini-itu. Namun apresiasi dari pembaca sangatlah membantu menjadikan si penulis untuk lebih mampu menuangkan ide-idenya secara maksimal, apalagi bila antara pembaca dan penulis terjadi sebuah interaksi yang "membangun". Tentu saja hal ini akan lebih merangsang untuk menjadi pembaca-penulis yang baik, dan bukan hanya sekedar 'friendship' saja yang akan kita dapatkan.

Apresiasi pembaca

Sebagai penulis pastilah akan merasa gembira bila mendapatkan tanggapan yang positif dari pembaca, apalagi bila tulisan yang kita buat mampu membawa pembaca untuk ikut masuk ke dalam tulisan yang kita buat. Tanggapan positif dari pembaca tidak selalu harus 'setuju' terhadap apa yang kita tulis, bahkan seringkali tanggapan 'tidak setuju' dari pembaca pun bisa berdampak positif dan mampu membangun karakter tulisan yang kita buat. Karena, ketidak-setujuan bila dilandasi dengan semangat saling membangun, pasti akan membawa dampak positif terhadap penulis maupun pembaca.

Apresiasi admin

Sebagian besar Kompasianer pasti menganggap bahwa apresiasi admin itu berupa headline, highlight, dan kolom "ter ter ter", tapi ternyata tak hanya sampai disitu saja. Keaktifan admin untuk membaca semua tulisan yang masuk adalah hal yang paling utama dibutuhkan oleh Kompasianer, apalagi Kompasianer tersebut masih tergolong 'newbie'.

Saya jadi teringat ketika pada 24 April yang lalu, Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Sukoharjo mengadakan "Seminar Pelatihan Jurnalistik" di sekretariat BNK Sukoharjo. Acara yang mengundang seorang editor harian lokal tersebut diikuti sekitar 50-an peserta yang sebagian besar berasal dari "Komunitas Sahabat Baca Sukoharjo". Hal yang paling membuat saya pribadi tidak berminat untuk mengirimkan tulisan ke harian lokal tersebut adalah pernyataan sang editor tersebut (yang kira-kira demikian)

"Saya itu dalam satu hari disuguhi puluhan hingga ratusan artikel tiap harinya. Dari artikel tersebut, saya dikejar deadline untuk menentukan artikel mana yang layak ditampilkan. Karena banyaknya artikel tersebut, saya melihat siapa nama penulisnya, bila penulis tersebut sering mengirimkan artikel, maka saya akan familiar dan saya sempatkan membaca artikel tersebut. Namun bila artikel tersebut berasal dari orang yang masih asing di ingatan saya, otomatis tulisan tersebut akan berakhir di bak sampah"

Memang benar, editor adalah penguasa segalanya yang tidak dapat diganggu gugat. Pekerjaan mereka juga dikejar-kejar tenggat waktu hingga menuntut harus bekerja cepat. Tapi dari kejadian ini dapat kita simpulkan bahwa :

"Jangan lihat siapa yang menulis, tapi lihatlah apa yang ditulisnya"

Jargon diatas adalah OMONG KOSONG belaka, karena ternyata demi kelancaran tugas dan memenuhi tenggat waktu yang diberikan, editor lebih memilih "melihat siapa" daripada harus menyortirnya secara 'random'. Bagi penulis yang bermental kuat, dengan adanya hal ini pastilah akan menimbulkan semangat yang membara untuk terus menulis dan mengirimkan artikel, itu dampak positifnya. Tapi sekali lagi, tindakan tersebut sangat menyesakkan dan menciderai jargon diatas.

Admin Kompasiana, apakah membaca 100% tulisan yang masuk ?

Telah dijelaskan dalam peraturan bahwa admin berhak melakukan perubahan mengenai konten dalam tulisan yang kita publish. Saya pun juga mengalaminya, bahwa admin menambahkan foto pada tulisan saya, admin menambahkan tautan menuju sebuah artikel lain di tulisan saya. Bila kita perhatikan, yang paling utama dari sebuah tulisan adalah, adanya judul. Berkali-kali saya salah dalam tata cara membuat judul, berkali-kali pula admin membenarkan tata cara penulisan judul pada tulisan yang saya publish (thanks min).

Dua hari yang lalu, saya melihat seorang Kompasianer yang protes kepada admin karena tulisan yang dibuatnya melalui sebuah riset/penelitian di kawasan Merapi, ternyata tidak “digubris” oleh admin. Tulisan yang berjudul “erupsi literasi di kaki merapi” ini pun dalam waktu seminggu lebih, hanya dibaca oleh 40 orang (saat ini). Sebenarnya, sesuai semboyan “citizen journalism”, tulisan itu harus menjadi perhatian utama admin, tapi kenyataan berbicara lain. Artikel reportase riset tersebut tak masuk dalam highlight. Lantas saya pun berpikir “Oh, judulnya aja huruf kecil semua. Pasti artikel itu gak dibaca admin, soalnya kalo dibaca admin pasti penulisan awal kata pada judul itu menggunakan huruf kapital”.

Dini hari tadi saya iseng untuk membuat judul dengan gaya penulisan yang salah (menggunakan spasi di depan tanda tanya). Ternyata sampai pagi pukul 8 pun masih awet, saya balik judulnya juga tuh, masih awet juga hingga kini. Menjelang siang pun saya mulai keisengan lagi, kali ini saya posting dengan menggunakan huruf kapital semua pada judul artikel. Tak sampai satu jam, artikel tersebut sudah menggunakan judul dengan baik dan benar.

SPECIAL EDITION : MATI KETAWA ALA OBAMA (13)

berubah menjadi

Special Edition: Mati Ketawa ala Obama (13)

Kemudian saya pun berpikir “Oh, artikel saya dini hari tadi tidak dibaca admin. Sedangkan artikel saya yang pagi hari tadi dibaca admin”.

Pendapat diatas adalah mengacu pada 3 artikel (2 artikel saya, dan artikel “erupsi literasi di kaki merapi” yang dipublish pada 26 Mei 2011, dan beberapa artikel pribadi lainnya.

Entah apakah ini pendapat membabi buta, tapi ada baiknya anda membuat judul yang salah penulisan biar bisa tahu bahwa tulisan anda dibaca oleh admin atau tidak. Ini adalah tips ekstrim, resiko penulis nich kalo bagi-bagi tips beginian, belum lagi ntar kalo admin menggunakan alibi bahwa “admin berhak mengubah bla bla bla” yang mengindikasikan bahwa “hak itu boleh dilakukan, boleh tidak”, jadi tak ada korelasi antara penulisan judul yang tak berubah dengan “tulisan kita dibaca admin atau tidak”. Yasudahlah, namanya juga tips, boleh dilakukan, boleh tidak. Lagian kan tidak baik bila terlalu membebani admin (hehee, kalem aja min, anda sudah berusaha maksimal untuk memuaskan Kompasianer yang haus akan penuangan ide dalam bentuk tulisan).

SALAM TIPS EKSTRIM, HAHAA ☺

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun