[caption id="attachment_300391" align="aligncenter" width="538" caption="Kompasiana MODIS, Surabaya (22/03)"][/caption]
Sabtu Pagi di Taman Bungkul
Surabaya, selalu saja membuat saya bingung karena jalanan yang begitu banyak persimpangan. Bahkan menurut saya, jalanan di Jakarta lebih mudah diingat daripada jalanan di Surabaya, hehee. Untunglah di Surabaya tidak banyak menemui kesulitan dikarenakan tak sedikit teman-teman yang menawarkan bantuan memberikan tebengan atau bahkan jemputan. Jumat tengah malam saya dari Solo berangkat ke Surabaya menggunakan bus umum, dan sampai di Surabaya pada pagi harinya. Setelah selesai sarapan nasi pecel di terminal, teman yang datang menjemput menawarkan nyantai dulu melepas penat ke Taman Bungkul. Ujung-ujungnya juga sarapan lagi disana, total dalam Sabtu pagi sudah sarapan 3 kali, nasi pecel di terminal, soto di Bungkul, dan sayur semanggi di Bungkul. Sabtu pagi di Taman Bungkul begitu ramai anak-anak yang bermain, bahkan sebagian besar dari mereka malah menggunakan atribut seragam sekolah maupun kaos olahraga di sekolahnya (TK maksudnya). Lalu lintas pun terlihat ramai lancar. Tak sengaja mata tertuju pada mobil pelayanan keliling milik Kepolisian yang terparkir di pinggir jalan guna memberikan pelayanan dan memantau lalu lintas. Mobil yang bagian depannya terpampang foto seorang Polwan dengan badge nama DEVI, kebetulan pula seorang Polwan berjalan di dekat saya duduk, dan ketika saya membaca badge nama bertuliskan DEVI. Spontan saya bilang "Lah, ini Bu Polisi yang di foto mobil depan itu". Ketika semakin dekat, saya pun menyapanya, "Selamat pagi Bu Devi" yang kemudian salam saya dibalas dengan kalimat "Pagi jugaaaa", sambil tersenyum. Hehee, polisi disini ramah-ramah ya ;)
[caption id="attachment_300389" align="aligncenter" width="378" caption="Sarapan yang ketiga kalinya di Taman Bungkul dengan menu Semanggi Suroboyo"]
"Aku kenal Bu Risma, cuma Bu Risma-nya yang nggak kenal sama aku"
Kalimat yang sangat sederhana dan sangat masuk akal. Kalimat yang pertama kali saya lontarkan ketika Bu Risma datang dan diperkenalkan oleh pembawa acara (Mas Isjet) dengan pernyataan "Sama-sama kita kenal, Ibu Risma, Walikota Surabaya" (kurang lebih demikian). Kalimat sederhana yang memecah kebuntuan dan membuat senyum dan tawa sekian banyak Kompasianers yang hadir pada Sabtu lalu (22/3) di Ballroom Gedung Kompas Gramedia, Surabaya. Kebuntuan? Ya benar, kebuntuan. Kebuntuan karena Kompasianers yang hadir menunggu lama meleset dari jadwal yang telah direncanakan. Dan suasana menunggu terkesan begitu datar dengan kegiatan perbincangan antar Kompasianers yang hanya duduk berdekatan saja. Interaksi antar Kompasianers hanya sebatas antar beberapa orang yang duduk berdekatan, jadi memang kurang menyatu atau "terkesan" ada kapling sini ngomongin ini, kapling sana ngomongin itu, kapling lain ngomongin apa. Tapi untunglah, dengan kalimat sederhana seperti di atas menurut saya pribadi sedikit-banyak mampu menyatukan dan membawa suasana jadi santai dan melupakan kejenuhan menunggu. Bagaimana tidak, lha wong saya ini kalau ngomong kenceng, masa ya nggak pada denger. Yang kemarin baru indoor, beda lagi kencengnya kalau di tribun stadion :))
Acara pun berlanjut dengan pemaparan program dan kebijakan yang telah diterapkan oleh Pemkot Surabaya. Dengan gaya santai dan disambut antusias oleh Kompasianers yang hadir, penjelasan-penjelasan yang diutarakan pun seperti mudah tersampaikan karena menggunakan gaya bahasa campuran (Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa) yang mudah dicerna. Tak jarang dalam memberikan keterangan dan penjelasan slide visual di layar proyektor pun dibumbui dengan candaan lucu yang membuat suasana menjadi lebih hidup. Dan tak lupa pula, dengan tulisan ini saya mohon maaf kepada Ibu Risma karena yang duduk di bangku deretan belakang (saya) tak jarang membalas atau bahkan memotong candaan dengan suara keras :))
Baiklah, disini akan coba kami ulas beberapa garis besar dari perbincangan kemarin yang mungkin hanya sedikit saja yang berhasil kami rangkum. Harap maklum, duduk di deretan belakang itu memang banyak godaan. Diantaranya: pegang HP nggak kelihatan dari depan (memungkinkan ngetwit/fb'an tanpa kelihatan), makan/minum nggak kelihatan dari depan, mondar-mandir cek HP yang lagi di-charge, atau juga bahkan tak perlu sungkan pergi ke toilet dikarenakan kedinginan tak terbiasa di ruangan ber-AC. Jadi, harap maklum bila hanya sedikit yang bisa kami rangkum :))
Pengangkatan Pegawai di Birokrasi
Satu hal yang patut diacungi jempol adalah pengangkatan pegawai bukan berdasarkan tingkat keilmuannya saja yang diutamakan."Mencari orang pintar di Surabaya itu banyak, tapi mencari yang bisa mengerti kondisi masyarakat Surabaya?". Secara logika memang sangat masuk akal bila hal itu diterapkan. Bagaimana mungkin seorang pegawai di birokrasi bisa memberikan solusi kepada masyarakat bila kondisi riil masyarakat saja tidak paham. Memang benar sebagai orang yang berpendidikan tinggi tentunya banyak ilmu yang diperoleh dari dunia pendidikannya tersebut, tapi tanpa adanya rasa simpati dan empati apalah gunanya bila ilmu yang akan diterapkan akan bentrok dengan kondisi sosial-masyarakat yang tak dipahaminya. Nah, untuk pengangkatan pegawai yang seperti ini bagaimana sistem yang digunakan(CPNS?), belum dijelaskan dan tidak ada yang bertanya tentang hal ini ;)
Tugas Pimpinan, Membangun Anak Buahnya Untuk Lebih Baik Lagi
Bawahan bukanlah pelayan bagi pemimpin, karena dalam birokrasi itu bawahan atau atasan hakekatnya haruslah bekerja sama untuk menjadi pelayan bagi masyarakat. Dan setiap bawahan pastilah mempunyai watak, sifat, maupun etos kerja yang berbeda-beda. Untuk hal ini, dibutuhkanlah pemimpin yang berani tegas namun juga dapat mengayomi bawahannya agar bisa tercipta kondisi yang bagus untuk bisa saling bekerja sama melayani masyarakat. Bila ada bawahan melakukan kesalahan, tugas seorang pemimpinlah untuk menegur dan memberi peringatan agar tidak melakukan kesalahan lagi. Namun bila berkali-kali sudah melakukan kesalahan, apalagi kesalahan fatal yang dapat mengganggu berjalannya sistem pemerintahan, pe-nonaktifan bukanlah hal yang aneh. Di Surabaya semdiri Bu Risma menggunakan trik handy talky sebagai sarana komunikasi dan kontrol terhadap kinerja aparat pemerintahannya. Dipilihnya handy talky tak lain karena praktis dan dapat terhubung 24 jam dalam radius yang bisa masuk dalam jangkauannya. Jadi, bila masuk dalam jangkauan, maka bersiap-siaplah para aparat pemerintahan untuk dapat memberikan keterangan bilamana ada yang tidak beres atas pelayanan kalian. Dan yang perlu dicatat adalah, bila ada satu orang kena "semprot" via handy talky, maka banyak orang yang akan mendengarkannya :))
Memperpendek Rantai Birokrasi