Mohon tunggu...
Bubes Kitar
Bubes Kitar Mohon Tunggu... -

Seorang forrest gump dalam Lingkar Diskusi Pejaten

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sopir Jadi-Jadian

20 Agustus 2014   21:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:02 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu saya kecil dulu beberapa puluh tahun lalu, ibu saya pernah cerita kalau didaerah dusun tempat asal kakek saya itu suasana masih banyak mistisnya. Salah satu yang sering muncul di dusun itu adalah fenomena macan jadi-jadian. Kalau siang manusia tapi kalau dia kehendaki, terutama di malam hari, dia bisa malih rupa jadi macan. cara mengetahui seseorang itu macan jadi-jadian adalah katanya dengan melihat kayak parit yang ada dibawah hidung kita yang menyambung ke atas bibir, kalau manusia biasa katanya ada kayak lekukan kalau jadi-jadian rata saja. entah bener nggak wallahualam. Namun yang mau saya ceritakan ini jelas bukan macan jadi-jadian ini, apalagi trio macan ataupun dangduters yang suka pake kostum macannnn neee’. Ternyata baru-baru ini fenomena serupa muncul lagi di ibukota ini. Bukan macan.. tapi sopir jadi-jadian, paginya sopir siangnya ngembat mobil mantan majikannya pagi hari.

Saya sendiri dulu pernah punya pengalaman yang entah sama entah jauh bingits soal cari-cari sopir dan interview calon sopir. Waktu itu kebetulan lagi ada rejeki yang bisa dipakai dan pengen lebih nyantai mengarungi jalan di Jakarta, biar kelihatan gaya, beberapa tahun lalu saya sempat minta tolong ke tetangga saya, “pak.. kalau ada kenalan yang mau jadi sopir, saya siap menampungnya..”. singkat cerita saya dapat kabar beberapa hari kemudian bahwa dia ada jalur yang mau jadi sopir saya. Thus saya suruh saja datang sabtu pagi buat cek ricek dan perkenalan.

Tetangga saya itu juga datang karena memang sepertinya dia sendiri mendapat rujukan dari kenalan kenalannya lagi (sudah eksponensial artinya *grin*). Melihat orang yang dirujuk jadi sopir itu saya menjadi nggak pede sendiri, dari tampang dan perawakannya memang sepertinya yang biasa dia bawa adalah mobil-mobil mewah sekelas alfart (sengaja disalahin penulisannya, biar gak kayak iklan merek hehehe). Nah ini kan mobil saya adalah baby alfart, bukan alfart asli. Apa dia mau ya nyetirin mobil saya ini, pikir saya dalam hati.

Singkat cerita dia mengenalkan diri, orangnya asri dan enak dilihat tampangnya. Tindakan pertama saya tentu melihat KTP dan SIM yang bersangkutan. Ternyata alamat yang tertulis pada KTP atau SIMnya waktu itu bikin saya cukup mengerenyitkan dahi. Tertulis: Pesantren A, Kp BB. Baru ini saya melihat KTP tidak tertulis nama jalan. Saya hanya bertanya polos saja, "kok ini alamatnya gini ya". "Oh iya… itu alamat rumah isteri saya sebelum kami pindah ke alamat baru". Wah makin bingung lagi saya. "Loh kalo sekarang alamatnya dimana Pak?" "Kalau sekarang saya ada di alamat ini ini ini". "Ya sudah daripada saya bingung, sekalian test drive skill Bapak, antar saja saya ke alamat Bapak pake mobil saya". Saya pun mengajak tetangga saya, bukan apa-apa, karena saya mulai bingung dan kalau ada kenapa-kenapa nanti paling nggak ada yang bantuin saya.

Dan memang kebingungan saya itu bertambah menjadi kecurigaan, karena ternyata dia seperti tidak hafal masuk ke gang mana ke arah rumahnya. Akhirnya seperti dengan berat hati dia menghentikan mobil di depan salah satu rumah yang menurut dia biasa tinggal disana. Lah, tadi katanya alamat disana, sekarang berubah lagi. Dan e lha da lah.. ternyata rumah yang dimaksud dirinya itu tergembok dari luar dan dia sendiri tidak punya kunci untuk membukanya. Iya kalau rumah sendiri, kalau rumah orang lain, kita bertiga bisa dituduh yang nggak-nggak.

Kami pun pulang. Terus terang saya tidak tahu cara menolaknya. Salah satunya cara adalah saya benar-benar merendahkan tawaran gaji dari saya untuk sopir tersebut. Konyolnya dia tetap mau.. saya sampai geleng-geleng kepala. Masih polos saya mungkin.. Ini orang bener-bener perlu duit atau apa ya. Setelah ditimbang-timbang, setelah dia pulang, akhirnya saya telpon dan menyatakan tegas saya tidak menerimanya. Saya sih tidak mau berandai-andai jika waktu itu saya terima, toh saya sendiri belum klarifikasi betul latar belakangnya. Biar bagaimanapun saya pikir keselamatan keluarga tentu lebih penting kalau saya harus mempercayakan seseorang yang hendak mengantar-antar mereka….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun