BIJAKSANA
Simbah bilang, “Bijaksanalah dalam hidup!” beliau menegaskan, “Sing bijak yo, le. Manungso kuwi dununging lali, luput, iri lan murka, dadi adohno kuwi soko uripmu!” aku menerjemahkannya begini, manusia itu selalu ditempati lupa, salah, irihati, dan murka. Kadang kita cepat marah karena lupa, marah karena salah, marah karena irihati, marah sekali sampai akirnya murka. Kalau sudah salah, biasanya gampang tersinggung ingin membela diri agar dianggap dirinya paling baik, paling benar, paling… paling… lainnya. Nah, Simbah melanjutkan begini, “Manungso kuwi… akeh jaman saiki sing rumangsa biso ananging satitik sing biso rumongso!” aku menerjemahkannya begini, bahwa kebanyakan orang di jaman sekarang ini banyak sekali yang merasa bisa, akan tetapi sangat sedikit yang bisa merasa atau instrospeksi diri. Belum jelas duduk perkaranya tiba-tiba sangat marah. Misuh-misuh. Sebab manusia yang marah itu pikirannya lagi kalut, tidak bisa mikir jernih. Jadi, hindari marah apabila tidak diperlukan benar. Maksudnya, tunjukkan kebenaran itu dengan lemah lembut saja, kalau melakukan pembelaan diri dengan sangat marah dan murka, biasanya memang salah dan tidak benar di dalam sepanjang hidupnya. Bagaimana menanggapi orang marah? Walaupun perasaan hati mendidih, jantung meletup-letup menahan emosi, murka, ada baiknya kontrol diri, endapkan, jangan ikut-ikutan marah. Sumeleh saja. Bersabar saja. Karena dengan bersabar dan mendengarkan orang ‘nesu’ atau marah kita akan mendengarkan, mendapatkan rahasia hati paling dalam siapa yang marah pada kita. Karena dengan ungkapan marah itu, kita akan melihat, mengetahui, sejauh mana langkah orang tersebut. “Dadi, sing wicaksana, ya le!” aku terjemahkan, jadi kau harus bijaksana ya nak!
Kini aku sendiri mencari kebijakan itu, sebab eyangku sudah pergi… sampun tindak dumateng alam kasampurnan!
Buanergis Muryono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H