Pernahkah kamu mempunyai pengalaman buruk ketika menggunakan Google Maps?
Ya, hadirnya tekhnologi memang seharusnya memudahkan kita dalam banyak hal. Apalagi yang secara spesifik yang akan aku bahas di artikel ini tetang Google Maps. Memang sih, sejak adanya google maps menjadikan perjalanan kita lebih mudah. Bahkan ketika akan menuju suatu tempat/kota/daerah meskipun tidak mengetahui rute perjalanan asal ada alamat yang dituju beres sudah. Semudah itu menemukan alamat di era digitalisasi ini.
Jika tidak salah, Google Maps merilis untuk ponsel di tahun 2008. Lalu pada tahun 2013 Google Maps mulai mempopulerkannya ke seluruh dunia. Hingga sekarang Google Maps menjadi apps web penunjuk jalan andalan ketika bepergian.
Saya juga menjadi salah satu bagian dari seluruh masyarakat dunia yang mengandalkan apps ini. Namun belakangan ini saya merasa Google Maps  lebih sering membarikan rute alternative yang tidak lazim di lalui banyak orang. Contoh, saya pernah menuju satu alamat di daerah Rawamangun. Waktu itu menggunakan motor. Dari jalan besar, tiba-tiba diarahkan ke gang-gang sempit yang bahkan untuk berpapasan sesama motor saja tidak bisa. Nanya ke beberapa penduduk sekitar pun mereka tidak tahu alamat yang kami tuju. Buntu sudah, akhirnya kami pun puter balik ke jalan raya dan memilih telepon teman dan diarahkan manual.
Pengalaman kedua, ketika saya dan suami arah balik dari Jogya-Wonosobo-Jakarta. Perjalanan ini diwarnai dengan drama yang menegangkan. Awalnya perjalanan dari Jogja-Wonosobo terasa nyaman dan aman, kami pun begitu menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Bahkan beberapa kami berhenti sekedar mengabadikan landscape alam yang begitu indah membentang di depan mata. Drama terjadi ketika dalam perjalanan dari Wonosobo menuju tol Pantura.
Hampir dua jam perjalanan menuju tol Pantura dan semakin jauh, semakin ekstrim tanjakan dan kelokannya. Jantungpun cukup berdesir ketika mobil kecil kami tak cukup siap untuk melewati tanjakan berikutnya. Bukan tidak kuat, tapi memang tidak siap karena tidak menguasai medan. Alhasil.....mobil gagal naik. Saya yang terlalu parno-pun sudah kelewat ketakutan untuk melanjutkan sisa perjalanan. Apalagi setelah pemilik mobil yang berpapasan dengan kami memberikan info bahwa tanjakan diatas mempunyai kemiringan yang sangat tajam.
Beliau bilang :
"Gapapa mas kalau mau lanjut keatas, diatas banyak warga kok. Kalau ga kuat nanti akan dibantu dorong sama mereka. Sudah biasa kok mereka membantu mobil-mobil yang tidak kuat nanjak."
Jiwa penakutku semakin meronta mendengarnya, dan akhirnya kami urungkan niat melanjutkan perjalanan dan memilih puter balik kembali ke Wonosobo. Saat itu sudah menjelang maghrib. Selepas sholat maghrib, mampirlah ke warung soto di seberang mushola kecil. Sambil mengganjal perut juga sekalian nanya rute jalan terbaik menuju Wonosobo. Dari obrolan inilah baru kami tahu bahwa ternyata rekomendasi rute dari google merupakan jalan alternative yang jarang dilewati umum. Mereka yang berani lewat rute itu karena sudah menguasai medan.
Beberapa kali saya sempet membaca di lini masa, tak sediikit orang yang terjebak pada situasi yang kurang lebih sama di tempat yang berbeda. Ada yang tiba-tiba masuk perkampungan, dari jalan besar ke gang sempit, jalan mulus masuk ke jalan tanah, bahkan ada yang terjebak berjam-jam di tengah hutan nan sepi. Â Â Â
Saya iseng-iseng searching pengalaman buruk ketika menggunakan Google Maps, ternyata banyak juga yang mengalami hal serupa. Bahkan ada yang ekstrim terjebak di tengah hutan yang sepi saat tengah malam dan tidak ada kendaraan yang lewat. Dari ceritanya, setelah berjam-jam akhirnya ada juga motor yang melintas dan untung ketemu orang baik, akhirnya mereka pun di tuntun ke jalan yang benar. Dan masih banyak lagi cerita horror pengalaman buruk saat menggunakan Google Maps.
Google maps sepertinya tidak mempertimbangkan rute yang direkomendasikan apakah layak atau tidak. Andai saja, ada notifikasi atau catatan sebelum perjalanan dimulai, tentang gambaran rute yang akan di lalui. Mungkin kita tidak akan ragu dan kaget sehingga bisa mempersiapkan diri di awal. Misal, ketika rekokemdasi rute akan melewati hutan yang sepi, setidaknya bisa atur perjalanan di pagi atau siang hari. Atau juga cari alaternative jalan yang lain jika tergesa. Intinya, pengguna diberikan informasi yang jelas perihal kondisi rute yang akan dipilihnya. Sehingga pengguna dapat memilih mau lanjut atau tidak.
Teknologi memang memudahkan, namun sebaiknya jangan mempercayakan penuh dan mengandalkan hanya pada teknologi semata. Bagaimanapun, wawasan, pengetahuan dan interaksi dengan sesama juga masih sangat dibutuhkan. Teknologi selayaknya kita tempatkan hanya sebagai pendukung dan bukan sebagai andalan.
Dan semoga dengan banyaknya pengalaman buruk ini, menjadikan Google Maps lebih baik sehingga dapat membantu perjalanan kita tanpa ada rasa ragu dan khawatir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI