Mohon tunggu...
Hotgantina S
Hotgantina S Mohon Tunggu... Guru - Hidup untuk berbagi. Berbagi untuk hidup.

Pengajar yang terus belajar. Suka makan coklat, minum teh dan mendengar suara gitar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jeruk Bapakku

9 Februari 2016   15:06 Diperbarui: 9 Februari 2016   15:28 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badannya tampak letih, kusam. Bajunya basah kena hujan deras barusan. Sambil memasukkan sepeda motor ia berujar:

“Inang masak air panas untuk mandian ya!”

“Ya, Pak!”

Aku melangkah ke dapur, mengisi air di kaleng dan memasaknya di kompor minyak tanah.

Bapak habis dari mana?” tanyaku sambil menyodorkan handuk.

“Tadi kami paksa tanam jeruk di ladang. Musimnya pas, musim hujan. Mudah-mudahan jeruknya bisa tumbuh.”

“Oh, kenapa dipaksa, pak? Kan bisa besok dilanjutkan? Nanti bapak malah bisa sakit karena kena hujan!”

“Tanggung, nang.”

“Kenapa harus menanam jeruk, pak?”

“Nanti, kau akan mengerti, nang.”

Aku hanya bisa protes melihat bapakku memaksakan pekerjaannya sampai hujan-hujan. Pikiranku saat itu sederhana. Menurutku, pekerjaan bisa ditunda tanpa harus mengorbankan kesehatan.

Bapakku mandi dan aku lanjut menonton televisi.

**

Aku sangat jarang bertemu bapak dan ibuku. Sejak SMP, aku sudah harus pindah keluar kota demi mendapat pendidikan yang lebih baik. Dan, bagi kelurga kami pendidikan itu sangat penting. Ke luar pulau pun kami tempuh demi pendidikan. Jadi, ketika aku pulang ke rumah, aku sangat memanfaatkan waktu bersama bapak dan ibuku meskipun aku tidak bisa banyak menolong mereka, ya hanya perbuatan kecil seperti memasak air panas untuk mandian dan menyiapkan makanan.

Beberapa tahun kemudian, aku mengunjungi ladang jeruk yang diceritakan bapakku. Aku memang sangat jarang mengunjungi ladang karena menurut bapakku perempuan harus lebih pintar mengatur rumah seperti kebersihan, memasak, menata kerapian dan lain-lain.

“Pak, pohon jeruknya kok masih kecil dan layu? Jeruk tetangga kita yang di sebelah sana itu sudah berbuah loh, pak!”

“Iya, nang. Jeruk kita ini bisa panen setelah 2-3 tahun ditanam, tapi sengaja diperlama biar batangnya kuat.”

Sebenarnya aku tidak terlalu paham tentang pertanian. Tetapi, saat aku bertanya, bapakku selalu siap untuk menjawab. Sejak jeruk ditanam, ayahku menghabiskan banyak waktu untuk mengurusnya. Katanya, menanam jeruk itu butuh perhatian dan biaya lebih. Bapakku bilang ketika pensiun dari pekerjaannya –guru, ia akan menikmati hasil kerja kerasnya selama ini. Ia bilang ia akan menikmati hari tuanya dengan masa panen. Perencanaannya bagus, ia merancang dengan baik, bahkan untuk urusan kenyamanan dan kesejahteraan dihari tuanya.

Bapakku memang seorang perencana dan pemikir yang baik. Saat jeruk sudah mulai berbuah kecil-kecil, ia membawa ke rumah dengan senang. Rasanya senang juga bisa menikmati. Tapi, ia berkata, jeruk kami bisa dipanen setahun lagi.

Tetapi, belum sempat ia menikmati hasil kerja kerasnya. Ia sudah kembali menghadap sang Pencipta. Sedih sekali rasanya. Tapi, kami tidak boleh bersedih lama-lama karena segala sesuatu sudah diatur sang Pencipta dan pada akhirnya semua yang di bumi kembali kepadaNya juga.

Sudah hampir tiga tahun ia meninggalkan kami, tetapi jeruknya bisa kami nikmati sekarang. Bahkan lebih, kami juga menjualnya.

Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 57 seandainya ia masih bernafas. Dan, aku menulis ini untuk mengenang kerja kerasnya yang tak pernah padam.

Terkadang kita tidak mengerti apa yang dikerjakan orang tua kita. Terkadang kita berpikiran sempit, hanya melihat kejadian saat itu. Terkadang kita lupa menghormati dan menunjukkan kasih sayang kita. Setelah mereka pergi, kita baru menyadari kalau apa yang mereka kerjakan untuk kesejahteraan dan kenyamanan anak-anaknya.  

 Untuk itu, saat kita masih punya waktu, saat kita masih punya orang tua. Hormatilah dan sayangilah, meskipun kecil tapi itu sangat berarti bagi mereka.

 

Semoga bermanfaat :)

*inang: panggilan sayang untuk anak perempuan dalam bahasa Batak

*foto: dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun