Ya, ia menulis, menulis setiap gagasannya dan diterbitkan di koran. Dibaca setiap khalayak. Aku pikir, ia benar-benar kaum terpelajar karena saat banyak orang mengajaknya perang, ia bukan menggunakan fisiknya untuk melawan. Tapi mengungkapkan kebenaran dengan tulisan. Hebat!
Yang aku pikirkan adalah perbedaan kaum pribumi terpelajar masa kolonial dulu dan masa demokrasi sekarang. Sebagai mahasiswa, seorang yang “dianggap” terpelajar dan berilmu tinggi bukanlah kaum terpelajar seperti Minke.
Misalnya saja, saat ada penolakan terhadap kebijakan terbaru pemerintah, mahasiswa, “orang berpendidikan” zaman sekarang, lebih menggunakan ototnya dari pada otaknya. Seharusnya sebagai kaum terpelajar yang juga dihormati, lebih menunjukkan sikap terpelajarnya. Tentu saja boleh menyuarakan pendapat, tapi seharusnya tidak sampai mengganggu ketertiban bahkan merusak fasilitas-fasilitas umum. Alangkah lebih baik juga, jika kaum berpendidikan zaman sekarang menyuarakan gagasan/ide/pemikirannya melalui tulisan, seperti Minke.
Akupun seorang mahasiswa, seharusnya kaumku lebih beradab. Tapi dengar, tidak semua mahasiswa begitu. Banyak juga mahasiswa yang tidak terpengaruh saat gejolak ada. Mereka mungkin lebih memilih menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, mungkin juga ada yang tak peduli. Memang, yang tidak peduli barangkali lebih parah. Tak berbuat apa-apa. Untuk itu, wahai kaumku, mari kita majukan bangsa ini dengan kepedulian dan kepala dingin. Dimulai dengan tulisan akan lebih berpendidikan rasaku.
Jakarta Selatan, 20 Maret 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H