Ini mengarahkan saya ke poin kedua, ubah cara pendekatan koperasi kepada kalangan muda, khususnya pelajar. Teori tidak ada salahnya, tetapi apakah dengan menghafal undang-undang bisa membuat kita lebih cinta koperasi? Silahkan dijawab sendiri! Kalau jawaban saya sih, Tidak!
Perbanyak pendekatan lewat cara-cara yang lebih kreatif. Misalnya, dengan membuat kegiatan berjualan rutin atau mengadakan semacam seminar dengan menghadirkan seorang ahli di bidangnya.
Ketiga, pergunakan sosial media dan ciptakan keterikatan emosional. Beri bagian lebih kepada kalangan muda untuk memberi perubahan. Beri kesempatan bagi mereka untuk memiliki rasa memiliki terhadap koperasi secara umum.
Misalnya, dengan mengadakan berbagai kompetisi seperti pembuatan jingle koperasi, poster koperasi, ataupun tagline koperasi. Tidak bisa dipungkiri kalau ide kalangan muda seringkali lebih fresh. Maksimalkan itu! Pengadaan kegiatan semacam ini dapat memberi rasa keterikatan emosional bagi mereka yang ikut serta yang dapat perlahan ditularkan.
Pemilihan seorang duta muda koperasi, juga merupakan ide menarik bagi saya. Mereka akan menjadi representasi kalangan muda kepada koperasi sendiri. Ini bisa diperoleh melalui ajang kompetisi maupun mengangkat public figure yang populer, tetapi tetap dengan kredibilitas yang mempuni!
Lalu, gaet para ahli di bidangnya untuk men-digitalisasi koperasi secara luas. Sudah ada beberapa, tetapi alangkah lebih baik bila gerakan ini lebih dimasifkan, misalnya dari pihak kementrian. Men-digitalisasi koperasi bukan berarti mematikan yang nyata, tetapi mengembangkan daya jangkau mereka.
Toh, dari makna katanya sendiri, co berarti "bersama" dan operation artinya "bekerja". Jadi, cooperation berarti bekerja sama. Selama hasil kerja sama yang dilakukan positif, mengapa tidak?
Hal-hal ini diharapkan dapat menarik minat kalangan muda untuk setidaknya memahami lebih lanjut tentang koperasi, baru mereka berhak memutuskan apakah mereka tertarik atau tidak. Kalaupun tidak, setidaknya mereka sudah tahu lebih jauh, dan menilai secara objektif.
Begini. Kalau mereka tidak tertarik pada koperasi karena kemasannya yang tidak menarik, ibaratnya mereka sedang berjalan di lorong pasar swalayan dan melihat sebuah kemasan makanan ringan, "Apaan nich, kemasannya jelek banget, gak menarik! Pasti isinya juga jelek!"
Tetapi, ketika kemasannya diubah dan lebih menarik bagi mereka, dan mereka membelinya, lalu mereka tetap berhak menilai apakah itu enak atau tidak bagi mereka, secara objektif!
Tentu jangan berharap jumlah koperasi meningkat hingga 200% dalam 1 tahun, kalau saja para kalangan muda mampu meningkatkan pengenalan mereka tentang koperasi hingga 200%, ini sudah modal yang sangat berharga demi masa depan koperasi!