Mohon tunggu...
Bryan Jati Pratama
Bryan Jati Pratama Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Author of Rakunulis.com

Qu'on s'apprête et qu'on part, sans savoir où on va

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Rubbaiyat Majnun

12 Februari 2024   12:19 Diperbarui: 12 Februari 2024   12:28 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.the-chantary.blogspot.com

Aku adalah Qays, Majnun si gila
Namaku bagaikan jubah yang dikenakan para pecinta
Kisahku adalah sandang permata para darwis
Dan deritaku adalah jalan satu-satunya

Sebab cintaku, Layla
Hanya layak ditebus dengan segala duka yang mampu ditanggung
dan segala beban yang dapat dipikul setiap anak manusia

Di depan Layla, jiwaku tak ada harganya
Hidup dan matipun tiada beda
Apalagi sekadar waras maupun gila
Sebab bagiku, ia milikku dan aku miliknya

Kegilaanku menjadi dongeng di seluruh penjuru negeri
Telah nyata bahwa cinta, tak tertanggung tak terperi
Dan akal seolah tercerabut dari tempatnya bersemayam
Dalam diam ia merindukan yang dikasihi

Kerinduan pula yang membuat akalku keluar melangkah
Tanpa tujuan, tak tentu arah
Berputar-putar arungi waktu lintasi galaksi
Demi wajah Layla dan pipinya yang memerah

Kukatakan padamu inilah jalan satu-satunya
Yang mengantarkanmu kepada Ia yang satu-satunya
Coba barangkali aku lupa, ingatkan aku:
Adakah kisah para kekasih itu luput dari duka-derita?

Adam dengan pengusirannya dari sorga yang menghinakan
Nuh dan banjir besar yang menenggelamkan
Ibrahim yang dibakar raja Nimrod
Serta cerita anaknya yang dikorbankan

Yakub yang buta karena kesedihan
Mengingat anaknya, Yusuf yang dilemparkan ke sumur buangan
Tubuh nabi Ayub yang mengelupas dipenuhi nanah
Dan Musa yang dikejar-kejar bagai hewan buruan

Sulaiman dan anaknya yang tidak sempurna
Rintihan Yunus di dalam perut ikan raksasa
Zakaria dan Yahya yang dibunuh kaumnya sendiri
Dan Isa diatas salib penderitaanya

Lalu sang nabi terakhir lahir ke dunia
Sejak kecil tanpa ibu-bapa
Ia yang mencintai Khadijah yang pergi lebih dulu
Ia yang ditinggalkan Abu Thalib, pamannya

Ia setia pada pahit jalan kebenaran
Menolak matahari dan bulan di telapak tangan
Ia lapar, maka ia ikat di perutnya tiga buah batu
Saat Masyriq dan Magrib dalam genggaman

Ia adalah bapak yang ditinggalkan mati anaknya
Ia adalah kekek yang mengetahui penyebab kematian cucu-cucunya

Kepalanya dilempari batu sehingga berdarah
Tulang pipinya terluka tergores anak panah
Tahukah engkau apa yang terucap olehnya?
"Ampunilah mereka. Ampunilah."

Kematiannya tak tinggalkan sekepingpun emas warisan
Kehidupannya jika ada sedinar saja di bawah bantal, tidurpun beliau tinggalkan
Puji-pujian yang begitu merdu terucap senantiasa
Sembari kakinya bengkak sembayang semalaman

Terusir dari rumah sendiri
Dianggap gila, Majnun sepertiku, seberangi negeri-negeri
Dihina, difitnah, disiksa lahir-batin
Diolok-olok dan diperangi

Begitulah kiranya jalan para kekasih

Layla hanya menggelar jalan penderitaan bagi si pencari
Karena Ia manikam merah yang tersembunyi
Sang penyelam lautan kebenaran harus rela kehabisan nafas
Demi dasar laut tempat Ia ingin diketahui

Maka, ijinkan aku, Majnun si gila berkata kepadamu:
Kenakanlah jubahku, jalanilah kisahku dan setialah di jalanku
Sebab sebagaimana aku mencintai Layla
Semoga Layla juga menerima cintamu

Kotawaringin, 12 Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun