Kau ketuk. Namun tak boleh masuk.Â
Kau masih tamu. Aku tak berani buka pintu. Nanti berderit. Puisiku sedang sakit. Ia diatas ranjang kayu. Bekas nenekku.Â
Meringkuk di bawah selimut. Tangannya menutup wajah. Semalam suntuk. Batuk berdarah.Â
Kau masih tamu. Jangan bangunkan puisiku.Â
Biarkan ia tidur sejenak. Beristirahat. Sore tadi bilang sudah muak. Minum obat.Â
Obat darimu kadaluarsa. Berbentuk pil. Sebesar kepala. Kau paksakan masuk di mulut kecil. Puisiku yang mungil.Â
Ia masih terlalu muda. Untuk diberitahu. Celoteh yang kau bilang obat. Segala yang kau anggap jamu.Â
Pernah sekali kutanya. Apa yang puisiku sukai. Katanya. Selain politik dan birokrasi.Â
Maka orang pemerintah tak boleh kesini. Bukan apa apa. Memang dirumah ini. Selain melepas sandal. Kau juga harus tinggalkan pangkat di luar.Â
Maukah kau pergi karena ia sedang merana. Puisiku tak mau disuapi sedang pengasuhnya makin tua.Â
Medan, 01.00
1 Maret 2019