Sejarahnya, dahulu PISA dibentuk karena negara-negara mulai menyadari pentingnya mengevaluasi pendidikan. Melakukan evaluasi terhadap siswa bukanlah hal yang baru lagi. Tapi, OECD saat itu memiliki pandangan yang berbeda terkait PISA dibandingkan dengan tes yang lain.
PISA tidak berusaha untuk mengetes pencapaian pendidikan siswa lewat hal-hal yang bisa mereka hafal / ingat saja. Jadi, fokusnya bukan dihafalan tapi PISA melihat bagaimana siswa ini bisa siap dalam menjalani kehidupan. Karena penyelenggara PISA menyadari bahwa menghafal saja tidak akan cukup untuk menjalani kehidupan dengan baik.
Ada 3 hal yang perlu ditekankan oleh sistem pendidikan :
1. Apakah para siswa bisa menghadapi tantangan di masa depan
2. Apakah para siswa setelah lulus bisa melakukan analisis dan penalaran logika yang baik
3. Apakah para siswa setelah lulus memiliki kapasitas untuk belajar terus menerus selama hidup mereka
Nah, maka dari itu 3 aspek penting tadi yang diukur oleh PISA untuk menjawab 3 pertanyaan di atas. Yang mana Reading (membaca) untuk belajar, Matematika dan logic untuk berpikir, dan Scientific untuk memproses hal-hal baru.
Lalu apa artinya jika score PISA disebuah negara itu rendah?
Jika dilihat dari sejarah dan tujuan dari PISA tadi, ketika score PISA sebuah negara itu rendah maka bisa dikatakan, lulus dari pendidikan formal tidak membantu siswanya untuk menjalani hidup mereka dengan baik. Dalam hal ini berarti pendidikan siswa dan siswi Indonesia kurang dipersiapkan untuk masuk ke dunia industri / pekerjaan, dan berkontribusi ke masyarakat.
Kita bisa lihat bahwa sekarang lulusan sekolah baik itu SMA/SMK atau Perguruan tinggi angka penganggurannya itu cukup tinggi. Kenapa? Karena ada Gap skill antara yang dibutuhkan oleh industri dengan yang kita pelajari di sekolah. Gap skill yakni perbedaan atau kesenjangan skill antara kebutuhan dan kondisi terkini.
Untuk mengatasi hal tersebut kita perlu mengevaluasi sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat ini dan mengubahnya dengan sistem yang lebih tepat.