Semenjak datangnya wabah Covid-19 ini membuat kita harus melakukan semua aktivitas dari rumah. Seperti kerja dari rumah, sekolah dari rumah, meeting dari rumah, seluruh aktivitas yang awalnya dilakukan tatap muka kemudian diubah melalui daring (via online). Hal ini membuat mereka harus menggunakan berbagai platform konferensi video seperti Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, dan platform lain guna untuk memastikan aktivitas manusia agar dapat berjalan dengan baik.
Sejak 18 Maret 2020, Bernstein Research and Apptopia mengatakan bahwa pengguna zoom melonjak mencapai 200 jt yang pada awalnya hanya sekitar 10 jt pada bulan Desember tahun sebelumnya, dilansir dari (cnbc.com). Â
Nah, saking banyaknya aktivitas yang di lakukan di dalam pertemuan online itu, dapat juga menyebabkan yang namanya zoom fatigue syndrome lho guys.
Apa sih zoom fatigue itu?
Zoom fatigue merupakan fenomena kelelahan serta kejenuhan yang berlebihan karena terus menerus melakukan pertemuan video online.
Di kutip dari (Pshyciatric Times, 2020) "Zoom fatigue describes the tiredness, worry, or burnout associated with overusing virtual platforms of communication.1 Like other experiences associated with the coronavirus (COVID-19) pandemic, Zoom fatigue is widely prevalent, intense, and completely new". Jadi, zoom fatigue ini adalah kelelahan, kekhawatiran, atau kejenuhan yang berkaitan dengan penggunaan platform komunikasi virtual yang berlebihan. Seperti dalam kasus pandemi virus Corona (Covid-19), kelelahan Zoom sangat umum, intens, dan benar-benar baru.
Ketidaknyamanan ini terjadi ketika seseorang melihat dirinya sendiri dalam video meeting tersebut, kemudian orang tersebut akan muncul rasa kecemasan. Tak hanya itu, hal lain yang tak terduga pun juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman seperti percakapan yang terganggu, tiba-tiba terhenti karena sinyal, dan respon yang terlambat atau tidak maksimal. Hal tersebut dapat membuat mereka kehilangan kemampuan berinteraksi dengan orang lain secara langsung. Alhasil, percakapan dan perasaan menjadi kaku, canggung, dan juga dapat meningkatkan kecemasan sosial di lingkungan masyarakat.
Sedangkan menurut Diana Concannon, Psikolog dan Dekan California School of Forensic Studies di Alliant International University, seperti dilansir dari (Healthline), konferensi video juga memberikan efek tampil di atas panggung. Secara tidak langsung, seseorang akan diharuskan untuk tampil atau melihat dirinya sendiri saat sedang berbicara, sehingga membutuhkan lebih banyak energi daripada interaksi secara langsung.
Selain itu, aktivitas konferensi video juga menuntut konsentrasi penuh pada komunikasi, meskipun bisa dilakukan bersamaan dengan kegiatan lain. Di sisi lain, banyak orang yang merasa canggung untuk mengakhiri video konferensi di tengah komunikasi yang sedang berlangsung.
Adapun dampak yang dapat disebabkan dari zoom fatigue
1. Membutuhkan fokus yang tinggiÂ
Bersumber dari Havard Business Review, penyebab dari syndrome ini adalah kalian dipaksa fokus menerima informasi melalui percakapan. Saat rapat sedang berlangsung, kalian bisa mengajukan pertanyaan dan berinteraksi agar mendapatkan informasi lebih. Sedangkan saat video call hal ini tidak memungkinkan, kecuali dengan chat pribadi.
2. Tantangan suasana / situasi sekitar
Meskipun dipaksa untuk fokus, nyatanya banyak hal yang mengganggu saat pertemuan via online berlangsung. Lingkungan di rumah terkadang tidak kondusif untuk melakukan konferensi video. Gangguan tersebut menambah stress pekerja hingga menyasar pada kelelahan.
3. Merasa di awasi
Saat melakukan konferensi video, kalian juga dipaksa untuk menatap secara intens oleh lawan bicara. Banyak orang yang tidak nyaman menatap atau ditatap secara langsung secara lama. Selama konferensi video berlangsung, mau tidak mau kalian harus tahan menatap dan ditatap dalam waktu yang cukup lama.
Lalu bagaimana cara mengatasi zoom fatigue? Dilansir dari (health.com), ada beberapa cara untuk mengurangi rasa jenuh / stres saat melakukan pertemuan via online itu, diantaranya :
1. Siapkan waktu untuk detoksifikasi digital
Dikutip dari (Verywell Mind), detoksifikasi digital mengacu pada periode waktu tertentu ketika seseorang perlu menahan diri untuk tidak menggunakan perangkat teknologi seperti ponsel, tablet, Â TV, komputer, dan situs media sosial. Hal ini dapat di lakukan seperti meletakkan ponsel, tablet, komputer, atau laptop kalian kemudian lakukan / fokus pada kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan digital. Detoksifikasi digital ini dapat bertujuan untuk melepaskan stress yang berasal dari konektivitas yang konstan.
2. Luangkan waktu untuk menikmati alam
Meluangkan waktu untuk menikmati alam di akhir pekan dapat memberi otak kita waktu untuk mengatur ulang dan fokus pada stimulasi non-digital juga dapat membantu kita mengisi ulang dan merasa lebih siap secara mental untuk melakukan kegiatan pertemuan tatap muka via online.
3. Hidupkan mode pesawat selama 1-2 jam agar pikiran bisa beristirahat
4. Tidak usah menggunakan kamera, hanya fokus pada suara orang saja
Hal ini akan menghentikan kalian dari berebut mencari orang yang sedang berbicara dan melihat mereka berbicara sementara otak kalian secara tidak sadar mencari isyarat sosial. Jika hanya mendengarkan suara hal ini akan terlihat seperti podcast, dan otak kalian tidak perlu bekerja cukup keras.
5. Seimbangkan obrolan video dengan pesan teks
Menyeimbangkan obrolan video dengan pesan teks terutama teks grup, hal ini merupakan salah satu cara efektif untuk tetap terhubung, memastikan semua orang aman, dan kalian juga dapat berbagi gambar / pun video.
Nah, itulah pengertian mengenai zoom fatigue serta penyebab dan cara mengatasinya. Selama pandemi Covid-19 masih berlangsung kita masih tetap harus menggunakan platform konferensi video ini sebagai cara mengatasi keterbatasan kegiatan di luar rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H