Sehebat-hebatnya manusia mempengaruhi kehidupan sosial dan mengubah dunia, tidak bisa dipungkiri akan kodratinya sebagai manusia yang dicirikan dengan kenyataan bahwa setiap orang akan mengalami penderitaan dalam hidupnya, yang wujudnya bisa dalam bentuk kecemasan, ketidak puasan, keputus asaan, kesedihan atau rasa penyesalan akan masa lalunya, dan semua penderitaan tersebut datang dari pikirannya sendiri.
Pikiran itulah yang menyebabkan manusia tak mampu menyadari, bahwa sebenarnya hidup ini betapa sederhana dan indah.
Untuk itu manusia harus bisa melepaskan diri dari pikiran yang membelenggu dirinya.
Manusia yang tidak bisa melepaskan dirinya dari kecemasan, ketidakpuasannya, Â kesedihannya, menyebabkan selain tidak bisa menolong diri sendiri, juga cenderung menjadi penghambat bagi orang lain, bahkan penderitaan bagi orang lain, dan ahirnya membuat hubungan antar manusia tidak lagi harmonis, bahkan saling menindas dan menyakiti.
Pikiran manusia akan menghasilkan emosi dan perasaan.
Ada tiga ciri pikiran manusia yang mendasar, yakni
a. Â Â tidak nyata,
    pikiran itu bukanlah kenyataan, melainkan tanggapan atas kenyataan, yang dibangun diatas abstraksi konseptual atas kenyataan.
b. Â Â sementara
    pikiran itu sifatnya hanya sementara dan akan terus berubah dan berubah.
    perubahan tersebut sangat tergantung pada situasi dan keadaan yang dialaminya.
c. Â Â rapuh.
    sesungguhnya pikiran itu rapuh, apa yang dipikirkan sama sekali belum tentu benar, dan celakanya keyakinan atas pikiran justru Â
    cenderung mengarah pada sifat destruktif,  mengibakan  kesalahan dan penderitaan.
Pikiran yang mudah berubah menandakan akan kerapuhan dari semua bentuk pikiran.
Banyak orang mengira, bahwa pikiran adalah kenyataan, kebenaran.
Emosi dan perasaan hati, dianggap sebagai realita, sehingga kesulitan untuk menjaga jarak antara emosi dan pikirannya sendiri.
Untuk melihat emosi dan pikiran ada dua kemungkinan, yakni
a. Â Â Ekspresi
    berarti mengeluarkan semua pikiran dalam bentuk tindakan ataupun kata-kata, dan biasanya, orang lain akan menjadi obyek dari
    tindakan ini, sehingga ada yang merasa terhina, yang menimbulkan pembalasan, dan kekerasan, yang akan menciptakan Â
    keresahan sosial.
b. Â Â Represi
    Represi berarti menekan dan menelan semua emosi dan pikiran yang muncul, sehingga menimbulkan sakit yang luar biasa dan Â
    terkubur dalam jangka panjang, menyebabkan penyakit fisik, karena itu represi akan menciptakan masalah personal
Banyak orang yang terjebak di antara keduanya, tidak dapat keluar dari pikiran dan emosi yang dianggap nyata.
Sebagai jalan keluarnya, maka dibutuhkan observasi.
Observasi berarti mengamati muncul dan bergantinya pikiran dengan seksama.
Kita mengamati pikiran dari satu obyek ke obyek lainnya, melihat bagaimana emosi, perasaan dan pikiran terbentuk, dan kemudian berlalu. Sehingga terciptalah jarak dengan segala hal yang muncul di benak kita, bahwa semua adalah kebenaran.
Pikiran manusia selalu berubah, hal ini karena pengalaman seseorang yang selalu berubah. Kesan dan pengalaman seseorang akan mempengaruhi sikap hidup manusia.
Kesan muncul dari pengamatan, yang berdasarkan pada indera dan pikiran, dan kemudian kesan, yang akan melahirkan pendapat, pendapat akan mendorong tindakan, yang akan membentuk realitas, dan realitas itu diamati lagi dengan indera dan pikiran.
Begitu seterusnya.
Â
Dari sini bisa disimpulkan, bahwa realitas adalah hasil dari bentukan pikiran manusia. Karena pikiran berubah seturut pengamatan dan kesan, maka realitas hidup pun berubah.
Pikiran berubah, penyebabnya, mulai dari kondisi biologis sampai sosial politik, Â karena itu pikiran bukanlah kebenaran.
Pikiran bisa salah, Â bahkan seringkali salah.
Realitas hasil ciptaan pikiran kita pun bukanlah realitas yang sesungguhnya.
Realita inilah bentuk wujud dari mimpi manusia masa lalu, karena realita bukanlah yang sesungguhnya, oleh karena itu manusia selalu bermimpi tentang masa depannya. Â Manusia tidak pernah merasa terbebas dari mimpi-mimpinya, karena emosi manusia yang tidak pernah merasa cukup untuk berpuas dan bersyukur.