Mohon tunggu...
Bryan Reyes Stephen
Bryan Reyes Stephen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Tarumanegara

Memiliki ketertarikan di bidang politik, sejarah, literatur, dan perfilman.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Konflik Laut China Selatan: Ancaman Kedaulatan, Perekonomian, dan Keamanan Nasional

22 Mei 2024   10:53 Diperbarui: 22 Mei 2024   10:56 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut Natuna Utara adalah bagian dari Laut China Selatan atau Laut Tiongkok Selatan yang menjadi bagian dari wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Sesuai dengan hasil Konvensi PBB 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang ditandatangani oleh 168 negara, termasuk Indonesia dan Tiongkok, ZEE adalah wilayah laut sejauh 200 mil laut (370,4 km) dari daratan suatu negara dimana negara yang bersangkutan memiliki hak penuh dan eksklusif untuk melakukan eksplorasi lautan dan menggunakan sumber daya lautan termasuk perikanan, terumbu karang, minyak dan gas, pertambangan, dst. yang berada di dalam ZEE tersebut.

Negara Tiongkok mengklaim sekitar 30% atau 83.000 km2 wilayah Laut Natuna Utara sebagai bagian dari 9-garis putus-putus yang menurut Tiongkok adalah perairan historis yang dahulu digunakan oleh negara Tiongkok sejak 200 SM untuk pelayaran, penanaman, dan penangkapan ikan. Namun, alasan sejarah ini, yang sulit untuk diverifikasi kebenarannya, bukanlah alasan yang cukup kuat untuk dapat mengesampingkan hukum perairan internasional PBB, atau UNCLOS. Fakta ini juga sudah diputuskan oleh Sidang Arbitrasi Permanen (PCA) PBB pada 12 Juli 2016 sebagai bagian dari keputusan terhadap kasus antara Filipina dan Tiongkok terkait klaim Tiongkok atas wilayah ZEE Filipina.

Pentingnya Kontrol atas Laut Natuna Utara

Klaim Tiongkok atas Laut Natuna Utara adalah serangan langsung terhadap kedaulatan Indonesia. Usaha untuk mengambil alih wilayah ZEE Indonesia merupakan tanda kurangnya pengakuan hak-hak dan otoritas Indonesia untuk mengolah wilayahnya sendiri.

Selain dari kepentingan Indonesia mempertahankan kedaulatan Indonesia dari gangguan pengaruh Tiongkok, Laut Natuna Utara juga berisi sumber daya alam yang melimpah. Dibandingkan dengan luasnya yang tidak seberapa, Laut China Selatan adalah rumah bagi setidaknya 3.790 jenis ikan, kurang lebih 22% dari semua jenis ikan yang sudah ditemukan, hampir semuanya juga dapat ditemukan di Laut Natuna Utara, yang merupakan bagian dari Laut China Selatan. Saat ini Indonesia sedang menghadapi ancaman dari negara-negara asing yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di wilayah ZEE Indonesia. Lebih lagi kapal-kapal negara asing sering ditemukan menangkap ikan menggunakan pukat harimau atau trawl yang dilarang pemakaiannya karena dapat menimbulkan kerusakan permanen pada ekologi laut.

Selain dari itu, penguasaan Laut Natuna Utara juga menyangkut hal keamanan nasional. Tiongkok telah ditemukan membangun pulau-pulau buatan di sepanjang Laut China Selatan yang setidaknya 3 pulau telah dimiliterisasi dengan persenjataan, jet tempur, dan fasilitas militer lainnya. Laut China Selatan berbatasan langsung dengan wilayah banyak negara-negara ASEAN termasuk Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia, dan juga Indonesia. Jangkauan persenjataan Tiongkok di Laut China Selatan dapat mencapai wilayah negara-negara tersebut dan juga kapal dan pesawat yang melalui Laut China Selatan. Karena itu, aksi Tiongkok ini memaksa negara-negara lain untuk juga memiliterisasi wilayah mereka di Laut China Selatan. Para ahli militer berpendapat bahwa penumpukan persenjataan dan perlengkapan militer di Laut China Selatan akan mengakibatkan destabilisasi wilayah.

Peribahasa Tiongkok mengatakan: 绳锯木断,水滴石穿。(Shéng jù mù duàn, shuǐ dī shí chuān.) yang diterjemahkan menjadi “tali memotong kayu, dan air menetes melalui batu”. Peribahasa ini menggambarkan bagaimana tujuan dapat dicapai melalui langkah-langkah kecil yang dilakukan terus-menerus. Saat ini kesadaran rakyat Indonesia terhadap konflik di Laut China Selatan rendah karena sebagian besar masyarakat tidak terpengaruh secara langsung oleh konflik ini. Namun pengaruh yang dapat terjadi bila Tiongkok berhasil mengambil alih Laut Natuna Utara berdampak besar pada Indonesia secara luas.

Gambaran Besar dan Solusi Ideal

Indonesia merupakan salah satu mitra dagang yang penting bagi Tiongkok. Perdagangan antara kedua negara mencapai 103,2 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar 1.600 triliun rupiah dengan Tiongkok menempati posisi nomor satu sebagai importir batu bara dan besi dari Indonesia, tuntutan yang diprediksi akan semaking meningkat setiap tahunnya seiring dengan semakin berkembangnya perindustrian Tiongkok. Statistik ini menunjukkan bahwa Tiongkok membutuhkan Indonesia sama seperti Indonesia membutuhkan Tiongkok. Konflik antara kedua negara akan menimbulkan dampak yang besar terhadap perekonomian kedua negara.

Idealnya, konflik di Laut Natuna Utara dan Laut China Selatan dapat diselesaikan secara diplomasi. Penumpukan persenjataan dan perlengkapan militer hanya akan menambah ketegangan antar negara dan tidak menguntungkan pihak manapun. Kesadaran masyarakat kedua negara penting agar mendorong pemerintah masing-masing negara untuk dapat menyelesaikan konflik di Laut China Selatan di meja diplomasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun