Mohon tunggu...
Bruri Berel Tumiwa
Bruri Berel Tumiwa Mohon Tunggu... Dosen - Polikant

Selama lebih dari dua dekade, saya mendedikasikan diri sebagai pendidik dan pejuang intelektual yang memanfaatkan ilmu untuk membangun generasi muda Indonesia. Perjalanan ini dimulai di Universitas Pattimura Ambon dan berlanjut hingga saat ini di Politeknik Perikanan Negeri Tual, Maluku Tenggara—sebuah wilayah yang kerap disebut Hidden Paradise karena keindahan alamnya. Di tengah keterbatasan akses di daerah terdepan Indonesia, saya percaya bahwa semangat untuk mendidik dan berkarya tidak mengenal batas geografis. Saya terus membuktikan bahwa pengabdian tulus mampu menghidupkan harapan dan menyalakan cahaya pengetahuan di setiap sudut negeri, termasuk di wilayah yang sering kali terlupakan. Sebagai akademisi, fokus saya adalah mengembangkan potensi industri pengolahan hasil perikanan, memberdayakan mahasiswa untuk menjadi pelaku industri yang inovatif dan berdaya saing. Namun, peran saya tidak berhenti di dunia pendidikan. Saya juga berkiprah sebagai pendiri sekaligus pemimpin Setya Kita Pancasila (SKP), sebuah organisasi massa yang tegak berdiri di atas nilai-nilai luhur Pancasila. Bersama SKP, saya memperjuangkan keadilan, persatuan, dan kesejahteraan rakyat dengan semangat kebangsaan yang membara. “Sedia, Seiya, Setia” bukan hanya semboyan organisasi kami, tetapi juga panduan hidup saya. Dengan Pancasila sebagai dasar, saya yakin bahwa Indonesia akan mencapai cita-cita proklamasi, di mana setiap rakyat hidup adil, makmur, dan sejahtera. Di luar karier akademik dan organisasi, saya adalah seorang pembelajar sepanjang hayat. Minat saya meluas dari pengolahan hasil perikanan hingga seni, budaya, dan isu-isu politik. Membaca, menulis, dan meneliti adalah jalan saya untuk terus memperkaya wawasan dan memberikan kontribusi nyata. Saya sangat mengagumi pemimpin yang rendah hati, jujur, dan berani. Pemimpin yang menjadikan Pancasila sebagai bintang penuntun dalam setiap langkah dan keputusan. Bagi saya, Pancasila bukan hanya pedoman bernegara, tetapi juga cerminan hidup yang harus dihayati setiap hari. Di ujung timur Indonesia, saya memilih untuk menerangi jalan—bukan dengan sorotan lampu kota, melainkan dengan sinar ilmu dan semangat yang tak pernah padam.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tanpa Pandang Bulu! Tindak Tegas ASN dan Pejabat Kepala Desa yang Bermain Politik di Pilkada

8 November 2024   06:00 Diperbarui: 8 November 2024   09:50 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Bruri Tumiwa*)

[22.57, 7/11/2024] Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), penting bagi seluruh aparatur negara untuk bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis. Netralitas ini bukan hanya tuntutan moral, tetapi juga amanat hukum yang wajib ditegakkan demi menjaga demokrasi yang sehat dan adil. Dalam iklim politik yang sering memanas, keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pejabat Kepala Desa bahkan Kepala Desa dalam mendukung salah satu pasangan calon dapat merusak kredibilitas institusi pemerintahan dan mengikis kepercayaan publik. Oleh karena itu, tindakan tegas terhadap ASN dan Pejabat Kepala Desa yang terbukti terlibat dalam politik praktis menjadi langkah mutlak untuk menjaga netralitas serta profesionalitas aparatur negara.

Sebagai organisasi yang menjunjung nilai-nilai Pancasila, SETYA KITA PANCASILA secara penuh mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam menindak ASN atau Pejabat Kepala Desa yang tidak netral. Ini bukan hanya soal aturan, melainkan implementasi dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS. Kedua regulasi ini dengan jelas melarang ASN dari keterlibatan politik, yang dapat merusak objektivitas serta integritas ASN dalam melayani publik.

Netralitas ASN: Fondasi Pelayanan yang Profesional

Dalam Pasal 9 UU No. 5 Tahun 2014, dijelaskan bahwa ASN wajib bebas dari intervensi politik, menegaskan pentingnya netralitas agar ASN dapat menjalankan tugas mereka secara profesional. Dengan menjaga ASN tetap netral, pemerintah daerah juga menunjukkan bahwa pelayanan kepada masyarakat adalah prioritas, bukan afiliasi politik. Setiap ASN yang terbukti melanggar aturan netralitas akan dikenakan sanksi, mulai dari teguran hingga pemberhentian, sebagai upaya menjaga integritas instansi pemerintah dan agar tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat.

Lebih dari sekadar larangan formal, regulasi ini adalah tameng demokrasi yang harus dijaga. Ketika ASN terlibat dalam kampanye politik, kepercayaan masyarakat terhadap mereka sebagai pelayan publik pun terancam. Mereka tidak lagi dilihat sebagai abdi negara yang mengutamakan kepentingan masyarakat, melainkan dianggap berpihak pada kepentingan kelompok tertentu, yang dapat mengarah pada ketidakadilan dalam pelayanan.

Sanksi Tegas bagi Pejabat maupun Kepala Desa yang Tidak Netral

Tak hanya ASN, Pejabat maupun Kepala Desa juga wajib mematuhi peraturan netralitas dalam Pilkada. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Desa mengatur wewenang Kepala Daerah untuk memberhentikan Kepala Desa yang melanggar netralitas. Pasal 8 peraturan ini menegaskan bahwa Kepala Desa tidak boleh terlibat dalam politik praktis. Jika terbukti melanggar, Kepala Desa akan diberhentikan dari jabatannya sebagai bentuk konsekuensi.

Tindakan ini sangat penting karena Kepala Desa memegang posisi kunci dalam pelayanan di tingkat desa, yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Dukungan SETYA KITA PANCASILA terhadap tindakan tegas ini merupakan bentuk komitmen untuk memastikan bahwa pemerintahan desa tetap profesional, bersih, dan fokus pada kepentingan masyarakat.

Dampak Positif bagi Masyarakat dan Demokrasi

Penindakan terhadap ASN dan Kepala Desa yang melanggar netralitas ini bukan hanya soal penegakan hukum, melainkan juga pesan kuat bagi masyarakat bahwa pemerintah berkomitmen pada demokrasi yang sehat dan transparan. Ini mengirimkan sinyal kepada seluruh ASN dan Kepala Desa bahwa bermain-main dengan politik praktis memiliki konsekuensi nyata. Dengan menjaga ASN dan Kepala Desa agar tetap netral, masyarakat mendapatkan kepastian bahwa pelayanan yang mereka terima adalah murni untuk kepentingan publik, bukan untuk agenda politik tertentu.

Selain itu, kebijakan ini akan berdampak positif pada kualitas pelayanan publik yang lebih profesional. Masyarakat akan melihat bahwa pemerintah berupaya keras untuk melindungi netralitas Pilkada dan menjaga institusi pemerintahan agar bebas dari intervensi politik yang mengancam keadilan dan stabilitas. Dengan demikian, ASN dan Pejabat maupun Kepala Desa diharapkan dapat menjalankan tugas mereka dengan penuh tanggung jawab, sesuai amanat hukum dan cita-cita luhur Pancasila.

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam menjalankan demokrasi, kita membutuhkan aparatur negara yang profesional, netral, dan setia pada tugas melayani masyarakat, bukan kepentingan politik tertentu. SETYA KITA PANCASILA dengan tegas mendukung tindakan pemerintah daerah yang berani menindak ASN dan Kepala Desa maupun Pejabat Kepala Desa yang terbukti melanggar prinsip netralitas. Demi terciptanya pemerintahan yang bersih, transparan, dan demokrasi yang sehat, mari kita bersama-sama mendukung kebijakan ini dan wujudkan pemerintah yang tulus mengabdi kepada rakyat.

*). Waketum DPP Setya Kita Pancasila

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun