Sanksi pasal ini ada dua dan cukup berat, yakni administratif dan pidana pokok. Menurut Pasal 47, salah satu sanksi administrasi buat pelaku usaha yang melanggar UU berupa denda paling rendah Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar. Sementara  pada pasal 48 ancaman Pidana atas pelanggaran pasal 11 berupa denda paling rendah Rp 25 miliar sampai Rp 100 miliar atau kurungan paling lama enam bulan.
Belum berhenti sampai di situ, pada Pasal 49 juga disebutkan ada pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, larangan pelaku usaha untuk menjabat sebagai direksi atau komisaris 2 – 5 tahun, dan penghentian kegiatan yang merugikan pihak lain.
Uji Kir
Mengapa taksi online harus menjalani uji kir sebagaimana halnya diterapkan pada taksi regular lainnya yang sudah diatur Permenhub no. 32 tahun 2016? Peraturan ini tak salah, untuk kelaikan sebuah kendaraan demi keselamatan penumpangnya memang wajib uji kir (keur :Belanda). Tak mahal memang tarif uji kir ini, hanya Rp.65.000/ 6 bulan sekali.Â
Hanya saja yang menjadi pertanyaan, apanya yang di harus di-kir bila kendaraan yang digunakan taksi online semuanya masih gress. Perlu diketahui, syarat bergabung dengan taksi online kendaraan yang digunakan minimal keluaran tahun 2012 ke atas. Sementara cc yang digunakan miniml 1300 cc dengan seat tiga baris. Pengelola taksi online, sangat ketat menerapkan aturan itu. Bahkan, keberadaan si pengemudi pun selain harus dilengkapi SIM, KK, KTP juga SKCK dari kepolisian terdekat.
Plat Kuning
Dalam Permenhub No. 32  juga mengatur kendaraan taksi online harus menggunakan plat nomor polisi warna kuning. Hal inilah yang meberatkan para pemilik taksi online pada umumnya.Â
Mengapa mereka keberatan? Mereka yang awalnya terjun mengoperasikan mobilnya sebagai taksi online sepenuhnya hanya usaha sambilan. Artinya di hari-hari tertentu mobil masih bisa digunakan untuk keperluan keluarga. Mereka membayangkan betapa rikuhnya bila mengendarai plat uning bersama keluarga.Â
Mereka berdalih, plat kuning sebetulnya bagi kendaran untuk penumpang umum yang bisa mengambil penumpang umum di pingir jalan. Sementara aksi online berdalih penumpang yang mereka bawa bukan penumpang umum yang siapa saja bisa menghentikan dan naik di pinggir jalan. Mereka mendapat penumpang berdasarkan pesanan dari media online, yang kebetulan bisa diaksses siapa saja dan dimana saja sejalan kemajuan teknologi.
Di sini pemerintah selaku pemegang regulasi harus arif menyikapinya, salah salah mereka bisa balik mengadukan keberadaan taksi regular yang selama ini telah melakukan praktek monopoli yang meraup triliunan rupiah uang masyarakat selama puluhan tahun. (asepburhanudin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H